Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heryadi Silvianto
Dosen FIKOM UMN

Pengajar di FIKOM Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan praktisi kehumasan.

Menaruh Percaya Ide "Sillicon Valley" Indonesia

Kompas.com - 22/04/2021, 07:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bangalore sebagai pusat teknologi di India telah terkoneksi dengan Silicon Valley di Amerika sejak lama dan menjadi pusat ‘limpahan’ teknologinya.

Perbedaan waktu Amerika dan India selama 12 jam tidak menjadi kendala, sebaliknya menjadi faktor pengungkit dan penguat bisnisnya. Saat orang Amerika terlelap, insinyur India mengerjakan.

Terkoneksi satu sama lain dan menguatkan aksi kerjasama. Jenis pekerjaan yang mahal di Amerika, bisa dikerjakan separuhnya di India dengan kualitas yang relatif sama. Ibarat pepatah; “harga kaki lima, kualitas bintang lima”.

Tentu pertanyaan kritis adalah pada kemampuan Bukit Algoritma menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari konektivitas sistem global yang sudah eksis.

Karena pada akhirnya setiap produk yang dihasilkan dari Bukit Algoritma menjadi rantai pasokan (supply chain) yang saling terpaut dan berhubungan.

Backbone awal Silicon Valley dari pusat pendidikan, bukan proyek infrastruktur semata. Bahkan berawal dari kegelisahan dan resesi, namun berhasil melompat lebih tinggi menjadi yang terdepan dalam teknologi.

Ibarat pepatah, mundur selangkah untuk kemudian maju beberapa langkah. Mereka mampu menjadikan krisis sebagai turning point atau titik balik untuk menghadirkan beragam kebutuhan yang lebih baik.

Mereka yang ada di Silicon Valley adalah yang sehari-hari ada dalam komunitas dan entitas tersebut, bukan orang yang tiba-tiba berpindah dari satu profesi ke profesi lain.

Hati-hati jebakan politik praktis

Sebagaimana ditulis dalam buku The Word Is Flat kaya Thomas L Friedman. Pada tahun 1951, atas dasar keyakinannya, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru mendirikan tujuh Institut Teknologi India (ITI) yang pertama di Kharagpur.

Dalam waktu 55 tahun, ratusan ribu orang India telah bersaing untuk masuk dan lulus dari ketujuh ITI dan institut swasta. Termasuk enam insititut manajemen india yang mengajarkan ilmu administrasi bisnis.

Dengan populasi lebih dari satu miliar, kompetisi ini menghasilkan meritokrasi ilmu secara luar biasa. India seperti pabrik yang menghasilkan dan mengekspor sebagian orang berbakat di bidang rekayasa, ilmu komputer, dan perangkat lunak kepada dunia.

Sayangnya, langkah ini hanya merupakan salah satu dari sedikit langkah India yang benar. Sistem politiknya seringkali tidak jalan, apalagi Nehru cenderung pro-Soviet dalam arah ekonomi sosialisnya.

Baca juga: Mengenal Silicon Valley: Lembah Teknologi Acuan Bukit Algoritma Sukabumi

Akibatnya, sampai pertengahan tahun 1999-an, India tidak bisa memberi pekerjaan yang baik bagi sekian banyak insinyurnya yang berbakat itu.

Maka, Amerikalah yang menjadi pembeli kedua daya pikir India! Dahulu, orang India yang pintar dan terpelajar harus meninggalkan India, idealnya pergi ke Amerika.

Itulah satu-satunya cara untuk bisa memenuhi potensinya. Di sanalah sekitar 25.000 lulusan perguruan tinggi teknologi terbaik India menetap sejak tahun 1953, mereka memperkaya tambang pengetahuan Amerika berkat pendidikannya, yang disubsidi oleh para pembayar pajak di India.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Perdagangan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Perdagangan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com