Bangalore sebagai pusat teknologi di India telah terkoneksi dengan Silicon Valley di Amerika sejak lama dan menjadi pusat ‘limpahan’ teknologinya.
Perbedaan waktu Amerika dan India selama 12 jam tidak menjadi kendala, sebaliknya menjadi faktor pengungkit dan penguat bisnisnya. Saat orang Amerika terlelap, insinyur India mengerjakan.
Terkoneksi satu sama lain dan menguatkan aksi kerjasama. Jenis pekerjaan yang mahal di Amerika, bisa dikerjakan separuhnya di India dengan kualitas yang relatif sama. Ibarat pepatah; “harga kaki lima, kualitas bintang lima”.
Tentu pertanyaan kritis adalah pada kemampuan Bukit Algoritma menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari konektivitas sistem global yang sudah eksis.
Karena pada akhirnya setiap produk yang dihasilkan dari Bukit Algoritma menjadi rantai pasokan (supply chain) yang saling terpaut dan berhubungan.
Backbone awal Silicon Valley dari pusat pendidikan, bukan proyek infrastruktur semata. Bahkan berawal dari kegelisahan dan resesi, namun berhasil melompat lebih tinggi menjadi yang terdepan dalam teknologi.
Ibarat pepatah, mundur selangkah untuk kemudian maju beberapa langkah. Mereka mampu menjadikan krisis sebagai turning point atau titik balik untuk menghadirkan beragam kebutuhan yang lebih baik.
Mereka yang ada di Silicon Valley adalah yang sehari-hari ada dalam komunitas dan entitas tersebut, bukan orang yang tiba-tiba berpindah dari satu profesi ke profesi lain.
Sebagaimana ditulis dalam buku The Word Is Flat kaya Thomas L Friedman. Pada tahun 1951, atas dasar keyakinannya, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru mendirikan tujuh Institut Teknologi India (ITI) yang pertama di Kharagpur.
Dalam waktu 55 tahun, ratusan ribu orang India telah bersaing untuk masuk dan lulus dari ketujuh ITI dan institut swasta. Termasuk enam insititut manajemen india yang mengajarkan ilmu administrasi bisnis.
Dengan populasi lebih dari satu miliar, kompetisi ini menghasilkan meritokrasi ilmu secara luar biasa. India seperti pabrik yang menghasilkan dan mengekspor sebagian orang berbakat di bidang rekayasa, ilmu komputer, dan perangkat lunak kepada dunia.
Sayangnya, langkah ini hanya merupakan salah satu dari sedikit langkah India yang benar. Sistem politiknya seringkali tidak jalan, apalagi Nehru cenderung pro-Soviet dalam arah ekonomi sosialisnya.
Baca juga: Mengenal Silicon Valley: Lembah Teknologi Acuan Bukit Algoritma Sukabumi
Akibatnya, sampai pertengahan tahun 1999-an, India tidak bisa memberi pekerjaan yang baik bagi sekian banyak insinyurnya yang berbakat itu.
Maka, Amerikalah yang menjadi pembeli kedua daya pikir India! Dahulu, orang India yang pintar dan terpelajar harus meninggalkan India, idealnya pergi ke Amerika.
Itulah satu-satunya cara untuk bisa memenuhi potensinya. Di sanalah sekitar 25.000 lulusan perguruan tinggi teknologi terbaik India menetap sejak tahun 1953, mereka memperkaya tambang pengetahuan Amerika berkat pendidikannya, yang disubsidi oleh para pembayar pajak di India.