Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Otoritas Kehutanan: Masyarakat Harus Ajukan Proses Legal Formal jika Ingin Mengeklaim Tanah Adat

Kompas.com - 28/05/2021, 13:26 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Kehutanan meminta kepada masyarakat yang mengeklaim wilayah konsesi hutan sebagai tanah adat agar mengajukan klaim secara legal formal. 

Hal itu diungkapkan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) IV Balige Leonardo Sitorus untuk menanggapi perselisihan antara masyarakat Desa Natumingka dan PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL).

”Bila masyarakat mengeklaim bahwa lahan tersebut adalah milik keturunan opung (nenek moyang) mereka, maka dapat dilakukan pelepasan kawasan hutan melalui Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) sesuai persyaratan dan undang-udang yang berlaku,” jelas Leonardo Sitorus dalam penjelasannya, dikutip pada Jumat (28/5/2021).

Baca juga: Soal Tindakan Anarkis di Desa Natumingka, Ini Penjelasan AMAN dan TPL

Leonardo Sitorus menyatakan, saat ini bahwa secara hukum wilayah Natumingka masih berada di konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) TPL.

Atas status yang disandang tersebut, TPL selaku perusahaan pengelola pemanfaatan hasil hutan diwajibkan untuk melakukan pengawasan dan pengamanan lahan.

“Dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun 1984, kawasan ini menjadi kawasan Hutan Produksi. Hal tersebut juga diatur dalam SK Menhut Nomor 44 tahun 2005 yang menyebutkan kawasan tersebut menjadi kawasan hutan lindung,” kata Leonardo Sitorus.

KPH IV Balige menyatakan, selagi belum ada penetapan dari pihak yang berwenang atas status tanah adat, status hukum kawasan hutan tersebut adalah hutan produksi tetap yang dibebankan kepada TPL sesuai dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) HTI TPL.

Saling Klaim Lahan

 

Sebelumnya pada pekan lalu terjadi konflik yang terjadi di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Konflik tersebut dilatarbelakangi oleh klaim lahan.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Tano Batak, Roganda Simanjuntak menyatakan bahwa bentrokan terjadi pada Rabu (18/5/2021) karena masyarakat adat Desa Natumingka tidak menerima klaim dari PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL).

Baca juga: Sanksi Pidana Penggunaan Lahan di Kawasan Hutan Diganti Denda Administratif, Ini Respons Asosiasi Sawit

 

"Awal mula konflik adalah ketika 2018 wilayah adat Natumingka masuk hutan negara atau klaim hutan negara dan konsesi TPL. Artinya, KLHK dan TPL tidak pernah memberitahu warga Natumika dan tidak pernah minta persetujuan bahwa tanah adat di Natumingka masuk hutan negara," ujarnya, Jumat (21/5/2021).

Roganda menjelaskan, masyarakat adat Natumingka sudah melayangkan surat ke Kementerian Lingkunan Hidup dan Kehutanan mengenai wilayah tanah adat mereka yang masuk dalam wilayah hutan negara.

Ini dilakukan karena masyarakat mempunyai bukti bahwa lahan tersebut masuk sebagai tanah adat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com