Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Kepemimpinan ala Crazy Rich Millennial

Kompas.com - 01/08/2021, 21:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Antara studi dari lembaga riset dan akademis ini memiliki kesamaan yang menarik. Ada trait yang sama-sama ingin dikedepankan oleh milenial, yakni feedback dan komunikasi terbuka.

Hal ini seakan membuktikan bahwa milenial menginginkan adanya hubungan antara pemimpin dan anggota. Tidak hanya sebatas hubungan profesional, melainkan mitra kerja. Mereka tidak ingin ada sekat hierarkis yang ketat, tetapi yang terpenting adalah hasil yang didapat.

Kalau melihat dua riset ini, kita bisa memahami bagaimana trait milenial sebagai pemimpin. Mereka punya potensi untuk menciptakan sebuah lingkungan yang inklusif, bersahabat, dan juga membuat para anggotanya bisa menularkan semangat kreativitas dan pemberdayaan di lingkungan organisasi.

Ini juga membuktikan bahwa milenial akan mampu berperan sebagai pemimpin dengan cara mereka sendiri.

Selain itu, ini mematahkan stigma negatif bahwa milenial tidak hanya terkenal dengan sikapnya yang kutu loncat dan mudah menyerah, tetapi juga mereka adalah sosok pemimpin yang visioner.

Khususnya, jika kita berbicara kepemimpinan ala crazy rich millennial, kita tidak bisa melewatkan fakta bahwa menjadi wirausaha adalah salah satu cara untuk menjadi miliader.Tidak sedikit milenial yang terjun ke jalur ini.

Sea Group berkolaborasi dengan WEF menggelar riset terkait orientasi pekerjaan terhadap 14.000 pemuda di Indonesia di tahun 2019. Hasilnya, 24% milenial Indonesia ingin membangun usaha sendiri.

Sebenarnya sudah banyak milenial yang telah membangun usahanya dari nol. Sebagai contoh, beberapa hari ke belakang, muncul nama Putra Siregar, seorang pemilik usaha handphone PS Store. Dia mendonasikan 1.100 hewan kurban saat Idul Adha yang membuatnya memecahkan rekor MURI. Namun, bukan kurbannya yang penulis soroti, melainkan kesungguhan karakter Putra.

Mengapa PS Store sukses salah satunya adalah karena branding terhadap bisnisnya sangat menarik. Dia membangun sebuah imajinasi bahwa toko yang dikelolanya ingin agar masyarakat bisa menikmati HP bagus dengan harga yang merakyat.

Selain itu, salah satu kesuksesan lainnya adalah Putra sering berbagi atau istilah kerennya melakukan give away. Menurutnya, berbagi adalah bentuk kepedulian terhadap sesama.

Ini termasuk sifat pemimpin karena jika melihat suksesnya PS Store ini, kuncinya terletak pada sifat kedermawanan dan empatik dari Putra Siregar sendiri.

Bagaimana crazy rich millennial memimpin

Ada fakta menarik di Amerika Serikat (AS), Go Daddy, salah satu perusahaan registrar domain dan web hosting menjalankan sebuah studi terhadap 3.000 orang (1.000 orang milenial, 1.000 orang Gen-X, dan 1.000 orang Baby Boomers).

Satu dari tiga milenial (30%) mengatakan kalau mereka memiliki usaha sampingan, dengan 19% milenial mengungkapkan bahwa bisnis sampingan itulah yang menjadi sumber pendapatan.

Kalau bicara soal crazy rich millennial, salah satu penyebab mengapa mereka menjadi jutawan adalah karena mereka berwirausaha ataupun menjabat dalam jajaran C-level.

Beberapa tahun terakhir, menjadi content creator di platform Youtube membuat para milenial kebanjiran rupiah. Sehingga, ada dorongan bagi mereka terus memproduksi konten dan kali ini, mereka juga tidak bisa sendiri. Namun, menjadi wirausaha juga merupakan opsi tersendiri.

Sebenarnya, baik milenial itu menjadi wirausaha ataupun menjadi content creator, ada satu kesamaan. Semakin mereka besar, semakin membutuhkan orang lain untuk bekerja di bawahnya.

Wirausaha jelas karena mereka ada kebutuhan untuk ekspansi usaha. Terlebih, mereka juga mungkin akan membuka cabang bahkan meluaskan usahanya ke beberapa sektor potensial. Sedangkan, content creator, semakin banyak subscriber mereka, ada banyak tuntutan terhadap konten mereka.

Masyarakat menanti setiap hari konten apa yang mereka produksi. Sehingga, mereka semakin memberdayakan orang.

Namun, sebelum melihat bagaimana crazy rich millennial ini memimpin, ada satu riset menarik tentang bagaimana kepemimpinan milenial di perusahaan.

Dalam satu studi kualitatif, Do, Nguyen, & Dinh (2018) menemukan bahwa para pemimpin muda di Vietnam memiliki kemampuan kepemimpinan untuk menginspirasi dan memotivasi bawahan dalam mengeksplorasi karakteristik umum seperti pendengar yang baik, optimisme, dan kebahagiaan.

Riset ini menjadi gambaran mengenai bagaimana milenial memimpin saat ini. Jika kita menggabungkan hasil riset di atas, milenial akan menjadi atasan yang memiliki empati tinggi, mengedepankan komunikasi serta feedback.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com