Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Komunikasi Kepemimpinan dalam Era Kenormalan Baru

Kompas.com - 02/08/2021, 21:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEMASUKI tahun 2021, dunia memasuki VUCA (volatility, uncertainty, complexity, and ambiguity) jilid dua. Pada awal tahun ini hingga sekarang, dunia menghadapi ancaman tak kasat mata dalam bentuk Coronavirus Disease 2019 (covid-19).

Krisis Covid 19 mengubah pola komunikasi organisasi dari segala sisi. Harvard Business Review, 2020, melalui artikel yang berjudul Lead your Business through the Coronavirus Crisis memaparkan bahwa sudah seharusnya pemimpin saat ini dapat bekerja lebih dinamis dan strategis selama pandemi berlangsung.

Pandemi memberikan tantangan sendiri bagi pemimpin organisasi. Intensnya penggunaan teknologi membuat pemimpin organisasi harus beradaptasi dengan kultur dan gaya komunikasi yang baru.

Penyebab dan pada saat yang sama, pendorong pengembangan ini adalah peningkatan penyebaran teknologi baru yang memungkinkan interkoneksi ini di tempat pertama: perangkat lunak yang mampu memahami dan memproses data dari berbagai sumber terluas, komputasi awan yang membuatnya mungkin untuk mengelola data ini pada skala yang hampir tak terbatas, jaringan transmisi data berdaya tinggi dan perangkat seluler seperti ponsel cerdas dan tablet yang menyediakan akses ke data jenis ini kapan saja, di mana saja.

Peran sentral pemimpin organisasi saat krisis adalah mengelola informasi, termasuk mereduksi kebingungan publik yang disebabkan karena misinformasi dan disinformasi ranah daring.

Ranah daring menjadi saksi bisu pertarungan asumsi dan realita terkait informasi mengenai Covid 19.

Pada masa pandemik ini, manusia telah mematenkan cara baru dalam berkomunikasi. Hal itu telah terjadi ketika rapat dan seminar menggunakan platform seperti zoom, webex dan google meet.

Platform tersebut menjadi primadona dalam sekejap karena mampu memangkas jarak, waktu dan biaya, yang berarti bahwa teknologi membuat cara berkomunikasi menjadi lebih fleksibel dan terbuka. Pekerjaan bisa dilakukan di mana saja termasuk di rumah.

Banyak perusahaan yang telah menerapkan kebijakan ini, dan di antaranya adalah Tokopedia dan berbagai pekerjaan yang bisa dilakukan secara daring. Perusahaan tersebut memberikan akses kepada karyawannya untuk bekerja dari rumah, bahkan ketika kantor telah dibuka.

Fleksibilitas dan keterbukaan dalam berkomunikasi ini berimbas pada arus informasi. Arus informasi menjadi lebih cepat dan terdistribusi dengan baik karena ada platform pendukung untuk menyampaikan kebijakan ataupun peraturan.

Akan tetapi, arus informasi yang cepat itu menimbulkan multi-interpetasi. Ini memiliki pengaruh bagi keberlangsungan organisasi.

Dalam perspektif Karl Weick, organisasi berada pada lingkungan fisik dan juga informasi. Akan tetapi, berbicara secara objektif, lingkungan informasi sebuah organisasi tidak ada.

Sebaliknya, individu yang memengaruhi lingkungan informasi suatu organisasi melalui proses enactment. Proses enactment menunjukkan bahwa anggota organisasi yang berbeda akan menanamkan input informasi dengan makna yang berbeda dan karenanya menciptakan lingkungan informasi yang berbeda (Miller, 2012, p. 68).

Pengikut dalam organisasi menganggap pemimpin organisasi sebagai ‘source of valid information’, sehingga peran pemimpin perlu terus memberikan fakta terkini dengan tingkat akurasi yang tinggi.

Oleh karenanya, situasi ini menuntut para pemimpin untuk: menginformasikan lebih jujur, lebih terbuka, selalu up to date, dan atas dasar "kesetaraan pijakan"; terus-menerus jelaskan perubahannya; bangun kepercayaan diri dalam organisasi; mendengarkan dengan penuh perhatian dan berperan aktif dalam dialog; berkomunikasi kurang top-down dan jauh lebih intensif dari bawah ke atas.

Tujuannya, dalam model pengorganisasian Weick adalah mengurangi kesetaraan (equivocality) dalam lingkungan informasi; ketidakpastian yang melekat dalam lingkungan informasi yang samar-samar sehingga menimbulkan banyak interpretasi dalam peristiwa tertentu.

Saluran media komunikasi digital sangatlah beragam sehingga saat ini pesan dapat menjangkau seluruh komponen perusahaan/organisasi sesuai dengan jenis dan target pesan yang lebih spesifik.

Dalam situasi krisis seperti Covid 19, sudah seharusnya juga pemimpin organisasi perlu melakukan komunikasi yang kontinyu dan terintergrasi.

Agile leadership in new normal

New Normal menjadi momentum bagi pemimpin untuk melakukan adaptasi terhadap berbagai cara baru dalam berkomunikasi, baik secara konten maupun konteks. Kunci keberhasilan pemimpin organisasi dalam berkomunikasi akan tercermin dalam kualitas koordinasi dan sinergi antar pihak terkait dalam penanganan Covid 19 ini.

Apabila jaringan komunikasi sudah terjalin baik maka kualitas informasi juga akan lebih valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga memang sudah seharusnya setiap anggota organsasi berhak menerima pesan yang akurat setiap saat.

Selain itu, informasi yang lengkap juga dapat membantu pemimpin untuk memutuskan keputusan yang rasional di tengah pandemi yang penuh dengan ketidakjelasan dan ketidakpastian informasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com