Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pedagang dan Koperasi Ritel Minta Pemerintah Tidak Naikkan Cukai Rokok di 2022

Kompas.com - 25/08/2021, 15:50 WIB
Yohana Artha Uly,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok di tahun depan, seiring dengan meningkatnya target penerimaan cukai mencapai Rp 203,9 triliun di 2022.

Menanggapi rencana tersebut, Asosiasi Korperasi Ritel Indonesia (Akrindo) yang menaungi sekitar 900 koperasi ritel di Jawa Timur, berharap agar pemerintah tidak terburu-buru menaikkan tarif cukai rokok, sebab akan sangat berdampak pada pedagang dan koperasi ritel.

Ketua Akrindo Sriyadi Purnomo mengatakan, rencana kenaikan tarif cukai rokok di tahun depan membuat pedagang dan koperasi ritel ketar-ketir, lantaran saat ini omzet pelaku usaha sudah anjlok hingga 50 persen akibat pandemi yang melemahkan daya beli konsumen.

Baca juga: Akrindo Minta Pemerintah Tak Buru-buru Naikkan Tarif Cukai Rokok

Sehingga bila tarif cukai rokok naik, maka konsumen akan memilih dan memilah rokok berdasarkan pertimbangan harga yang berdampak pada penurunan jumlah konsumen dan omzet.

“Otomatis konsumen berkurang, omzet juga berkurang,” kata Sriyadi dalam keterangan tertulis, Rabu (25/8/2021).

Ia mencontohkan, kondisi sulit akibat pandemi sangat dirasakan oleh toko ritel di kawasan industri, baik di sekitaran pabrik dan perkantoran.

Selain itu, selama masa pandemi, tidak sedikit kaum pria sebagai kepala rumah tangga mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga para istri yang menjalankan fungsi sebagai tulang punggung keluarga.

“Seperti yang terjadi di Jawa Timur, para suami pekerja terkena PHK, maka istri yang merupakan buruh linting harus mengambil peran pencari nafkah. Mengatasi situasi sulit seperti itu, mereka mulai berjualan,” jelas Sriyadi.

Baca juga: Cukai Rokok Naik, Pengusaha Kirim Surat Keberatan ke Jokowi

Melihat kondisi tersebut, Sriyadi menilai, kehadiran pabrik rokok, khususnya sigaret kretek tangan (SKT) telah menjadi pendukung nafkah bagi keluarga buruh rokok yang didominasi perempuan.

Maka, bila tidak ada kenaikan cukai hasil tembakau di 2022, ia meyakini, pabrik SKT tetap bisa bertahan untuk membantu pengangguran dan kemiskinan, juga membantu perekonomian dan masyarakat setempat di lingkungan penjualan SKT.

"Mutiplier effect-nya sangat luas sekali,” imbuh dia.

Tak hanya pedagang tradisional dan retail, petani tembakau juga disebut akan terkena imbas kenaikan cukai.

Sekretaris Jenderal DPN Gerbang Tani Billy Ariez mengatakan, kenaikan cukai akan menurunkan produktivitas pabrikan sehingga kebutuhan atas pasokan tembakau berkurang.

Baca juga: Pemerintah Diminta Pertimbangkan Kebijakan Cukai Rokok Demi Pekerja Tembakau

Alhasil, penuranan permintaan ini berimbas langsung ke petani tembakau.

“Yang lebih rentan sebenarnya adalah petani tembakau, karena mereka sering kali tidak punya opsi, terlebih tidak punya opsi penjualan,” kata Billy.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com