Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

Reksa Dana di Era Old Economy vs New Economy

Kompas.com - 03/09/2021, 15:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Perkembangan yang pesat pada teknologi informasi dan komunikasi, telah merevolusi dan mendisrupsi aktivitas ekonomi yang sebelumnya.

Ada perusahaan lama yang bertransformasi dengan mengadopsi teknologi dalam proses bisnisnya, ada juga yang sejak awal pendirian sudah berbasis teknologi.

Perusahaan-perusahaan yang melakukan transformasi di atas disebut sebagai sektor New Economy.

Baca juga: Simak Strategi Investasi Reksa Dana untuk Milenial

 

Contoh perusahaan ecommerce yang sudah kita kenal seperti Bukalapak, Tokopedia, Blibli, Lazada Shopee, kemudian sektar terkait seperti Bank Digital, pergudangan dan transportasi yang mendukung transaksi di ecommerce, layanan kesehatan, wisata dan penjualan produk keuangan via 100 persen digital juga masuk dalam kategori tersebut.

Sebagian dari perusahaan di atas, sudah IPO sehingga sahamnya bisa dibeli seperti Bukalapak. Kemudian ada juga yang berencana IPO seperti Blibli, Traveloka, dan GoTo. Untuk sektor terkait seperti bank digital juga sama, ada yang sedang atau sudah mendapat izin sebagai bank digital, ada juga menyatakan diri akan bertransformasi ke arah tersebut.

Untuk perusahaan-perusahaan yang sudah IPO dan laporan keuangannya sudah bisa diakses oleh publik, kebanyakan masih rugi. Atau kalaupun untung, angkanya masih kecil dan terkadang kontribusinya bukan dari kegiatan operasional tapi dari yang sifatnya non operasional sehingga tidak diketahui apakah mampu dipertahankan atau tidak.

Sebagai contoh, per Juni 2021, Bukalapak (BUKA) masih merugi Rp 766 miliar. Bank Jago (ARTO) yang dikenal sebagai bank digital afiliasi dengan Gojek dan Tokopedia masih mencetak juga masih rugi Rp 46 miliar.

Secara fundamental atau kemampuan menghasilkan laba, jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan old economy yang sudah mapan seperti BBCA, BBRI, TLKM, BMRI, BBNI, GGRM, UNVR, ASII yang labanya sudah triliunan bahkan puluhan triliun per tahun rasanya seperti langit dan bumi.

Tapi tidak demikian untuk harga sahamnya. Dari awal tahun hingga 1 September 2021, harga saham ARTO telah naik 237,21 persen. Sementara 4 bank terbesar yang merupakan perwakilan Old Economy malah negatif.

BBCA -3,03 persen dengan Laba Semester 1-2021 Rp 14,5 triliun
BBRI -6,72 persen dengan Laba Semester 1-2021 Rp 12,54 triliun
BBNI -13,77 persen dengan Laba Semester 1-2021 Rp 5,03 triliun
BMRI - 5,14 persen dengan Laba Semester 1-2021 Rp 14,50 triliun

Bahkan kapitalisasi pasar yang dihitung berdasarkan harga saham x jumlah saham beredar, ARTO bernilai Rp 210 triliun lebih dari 2 kali lipat dibandingkan dengan BBNI yang bernilai “hanya” Rp 100 Triliun. Untuk saham bank lainnya sebagai berikut BBCA Rp 807 triliun, BBRI Rp 484 triliun, dan BMRI Rp 284 triliun.

Pilih Saham Old Economy atau New Economy ?

Dalam konteks pengelolaan reksa dana, manajer investasi selaku pengelola dihadapkan pada pilihan. Apakah berinvestasi pada perusahaan Old Economy yang terbukti sudah mampu mencetak laba triliunan atau memilh perusahaan New Economy yang model bisnisnya masih belum terbukti tapi harga sahamnya naik berlipat-lipat?

Perlu dipahami, kinerja reksa dana TIDAK diukur berdasarkan seberapa besar laba yang dicetak perusahaan-perusahaan dalam portofolio investasinya. Tapi pada kenaikan atau penurunan HARGA sahamnya.

Secara sederhana, meskipun mencetak laba Rp 14.5 triliun, investor yang membeli saham BBCA dari awal tahun masih rugi 3 persen karena harga sahamnya turun. Sebaliknya meski masih perusahaannya masih rugi Rp 46 miliar, investor yang membeli ARTO dari awal tahun telah untung 237 persen.

Reksa dana sebagai pemegang saham, kinerjanya akan mengikuti HARGA saham bukan laba bersih yang dicetak perusahaan tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 26 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 26 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Bulog Siap Beli Padi yang Dikembangkan China-RI di Kalteng

Bulog Siap Beli Padi yang Dikembangkan China-RI di Kalteng

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com