Dalam situasi ini, memilih saham new economy memang adalah pilihan yang rasional. Logika investasinya mudah dipahami oleh investor dan didukung dengan hype atau sentimen yang tinggi dari investor.
Baca juga: Mengenal Jenis dan Produk Pasar Modal, dari Saham Sampai Reksa Dana
Keberhasilan Bukalapak menggalang IPO senilai Rp 21 triliun yang merupakan terbesar sepanjang sejarah merupakan bukti bahwa permintaan investor untuk saham di sektor ini sangat kuat.
Meski demikian, saham new economy juga bukannya tanpa risiko. Semua saham memiliki risiko fluktuasi harga, baik itu saham old ataupun new economy. Dan kalau sedang turun, tanpa ampun juga bisa sampai puluhan persen.
Yang membedakan, perusahaan yang mampu mencetak laba yang besar dan konsisten tumbuh, ketika harganya turun akan semakin menarik bagi investor.
Ibaratnya mobil Mercy yang sedang diobral seharga Avanza. Kemungkinan harganya akan naik kembali di masa depan akan lebih tinggi.
Sementara untuk perusahaan yang model bisnisnya belum terbukti atau kenaikan harganya lebih mengandalkan sentimen atau hype sesaat, ketika harganya turun belum tentu menarik bagi investor.
Sebab dari awal orang memang belum yakin itu mobil Mercy, jadi ketika turun, sebelum benar-benar yakin dengan mereknya orang mungkin akan menghindari dulu. Untuk itu, kemungkinan harga untuk berpotensi kembali di masa depan lebih berat.
Dengan pertimbangan tersebut, tidak sedikit juga reksa dana saham yang portofolio investasinya masih didominasi saham-saham old economy.
Namun konsekuensinya, untuk kinerja sejak awal tahun, rata-rata masih di bawah IHSG yang tahun ini lebih banyak digerakkan saham new economy.
Meski demikian, ada keyakinan bahwa yang namanya rotasi itu selalu terjadi di sektor saham. Tidak mungkin ada sektor yang naik terus menerus sebaliknya tidak mungkin juga ada sektor yang turun terus menerus.
Baca juga: Seberapa Cuan Reksa Dana Campuran Saat Pandemi?
Valuasi saham yang sudah murah, aktivitas ekonomi yang mulai pulih perlahan, laporan keuangan juga membaik, kombinasi dari faktor-faktor tersebut dipercaya akan menjadi pendorong positif untuk harga saham old economy.
Di Indonesia, beberapa manajer investasi secara terbuka atau menginformasikan dalam materi penawarannya bahwa reksa dana yang mereka kelola akan masuk ke sektor new economy. Ada juga yang tidak menginformasikan, tapi sebenarnya sudah berinvestasi pada sektor ini.
Ada juga yang tetap percaya bahwa rotasi akan segera terjadi, sehingga daripada masuk ke new economy yang sudah mahal, lebih baik menunggu old economy untuk rebound.
Sebagai investor, terus terang sangat sulit untuk menentukan jenis reksa dana dengan strategi mana yang akan lebih unggul ke depannya. Opsi yang lebih baik adalah melakukan diversifikasi pada reksa dana dengan strategi yang berbeda.
Jadi mau old atau new economy yang naik, dia tetap mendapatkan keuntungannya meski bukan yang paling maksimal.
Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.