Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karsino Miarso
Praktisi dan konsultan pajak

Pernah meniti karier di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Sekarang bernaung di MUC Consulting sebagai Tax Partner sekaligus Director MUC Tax Research Institute.

Tax Amnesty II: Waspadai Wajib Pajak Nakal!

Kompas.com - 29/11/2021, 10:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POLEMIK Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) seperti tidak ada habisnya. Terlebih lagi dengan diulanginya program tax amnesty, yang kali ini berlabel Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

PPS atau tax amnesty jilid II ini akan dilaksanakan selama enam bulan, yakni mulai 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.  Ada dua jenis kebijakan pengampunan pajak dalam PPS berdasarkan UU HPP.

KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI Program Pengungkapan Sukarela Berdasarkan UU HPP

Intinya, kebijakan PPS yang pertama diperuntukan bagi wajib pajak orang pribadi dan badan usaha peserta tax amnesty jilid I (2016-2017) yang belum atau kurang melaporkan harta bersih yang diperoleh hingga tahun pajak 2015 dalam surat pernyataan. 

Dari sini kita tahu bahwa ada yang tidak tuntas atau belum optimal dari tax amnesty I.

Sementara itu, kebijakan PPS yang kedua hanya diperuntukkan bagi wajib pajak orang pribadi—bukan badan usaha—yang belum melaporkan aset perolehan tahun 2016-2020 dalam SPT. 

Dalam siaran persnya secara daring, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, tujuan dari PPS adalah untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak. 

Baca juga: Poin Penting Perubahan dan Tambahan Aturan Pajak di UU HPP

Untuk menyukseskan kebijakan tersebut, UU HPP memberikan jaminan bahwa kantor pajak tidak akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) melalui pemeriksaan bagi wajib pajak orang pribadi yang mengikuti PPS dan mengungkapkan aset perolehan tahun 2016-2020. 

Dengan jaminan tersebut, wewenang fiskus untuk memeriksa kepatuhan pajak para peserta PPS dihapuskan. Sehingga, penerbitan SKP hanya dapat dilakukan apabila ditemukan data atau informasi kepemilikan harta yang tidak sesuai dengan surat pemberitahuan pengungkapan.  

Sampai di sini sepertinya tidak bermasalah. Namun, jika dianalisis lebih jauh, kebijakan ini  dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak nakal untuk berbuat tidak jujur dalam mengikuti kebijakan tax amnesty jilid II ini. 

Modus kepatuhan sukarela

Jaminan bebas pemeriksaan berpotensi membuka celah bagi wajib (baik yang nakal maupun yang patuh) untuk menghindari pemeriksaan pajak yang panjang dan melelahkan. 

Untuk menghindari pemeriksaan, wajib pajak cukup menjadi peserta PPS dengan melaporkan harta yang selama ini belum dilaporkan dalam SPT. Idealnya, tentu saja seluruh aset atau harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT diungkapkan dalam program pengungkapan sukarela ini. Namun, bukan tidak mungkin yang dilaporkan WP nakal hanya sebagian kecil hartanya. 

Toh, berapa pun nilai harta yang diungkapkan wajib pajak, DJP tidak akan melakukan pemeriksaan guna menerbitkan SKP untuk tahun pajak 2016 sampai dengan 2020. Kecuali, DJP bisa menemukan ketidaksesuaian informasi.

Pertanyaannya, apakah pemerintah benar-benar telah mengantongi informasi yang akurat mengenai harta Wajib Pajak nakal yang belum dilaporkan dalam SPT?

Baca juga: Penghasilan Tak Tentu tetapi Dapat Hibah Rumah, Apakah Wajib Punya NPWP dan Bayar Pajak?

Atau, setidak-tidaknya apakah DJP sudah punya mekanisme verifikasi yang andal, sehingga dapat mendeteksi Wajib Pajak yang tidak jujur dalam mengikuti program tax amnesty jilid II? 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Ditutup Naik 0,24 Persen, Rupiah Lanjutkan Penguatan

IHSG Ditutup Naik 0,24 Persen, Rupiah Lanjutkan Penguatan

Whats New
Temui Pemda Klungkung, Kemenkop UKM Pastikan Tak Ada Pembatasan Jam Operasional Warung Kelontong

Temui Pemda Klungkung, Kemenkop UKM Pastikan Tak Ada Pembatasan Jam Operasional Warung Kelontong

Whats New
Dongkrak Transaksi Nontunai, Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD

Dongkrak Transaksi Nontunai, Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD

Whats New
Apakah Gopay Bisa Tarik Tunai?

Apakah Gopay Bisa Tarik Tunai?

Earn Smart
Limit Tarik Tunai BRI Simpedes dan BritAma di ATM

Limit Tarik Tunai BRI Simpedes dan BritAma di ATM

Earn Smart
Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BNI via HP Antiribet

Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BNI via HP Antiribet

Earn Smart
Apakah DANA Bisa Tarik Tunai? Bisa Pakai 5 Cara Ini

Apakah DANA Bisa Tarik Tunai? Bisa Pakai 5 Cara Ini

Whats New
OJK Terbitkan Aturan 'Short Selling', Simak 8 Pokok Pengaturannya

OJK Terbitkan Aturan "Short Selling", Simak 8 Pokok Pengaturannya

Whats New
2 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu Mandiri di ATM Pakai HP

2 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu Mandiri di ATM Pakai HP

Earn Smart
3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BCA Modal HP

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BCA Modal HP

Spend Smart
Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap di Atas 5 Persen

Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap di Atas 5 Persen

Whats New
Pada Pertemuan Bilateral di Kementan, Indonesia dan Ukraina Sepakati Kerja Sama Bidang Pertanian

Pada Pertemuan Bilateral di Kementan, Indonesia dan Ukraina Sepakati Kerja Sama Bidang Pertanian

Whats New
Semakin Mudah dan Praktis, Bayar PKB dan Iuran Wajib Kini Bisa lewat Bank Mandiri

Semakin Mudah dan Praktis, Bayar PKB dan Iuran Wajib Kini Bisa lewat Bank Mandiri

Whats New
Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Sistem Keuangan RI Masih dalam Kondisi Terjaga

Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Sistem Keuangan RI Masih dalam Kondisi Terjaga

Whats New
Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintah Anda

Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang "Toxic" ke Dalam Pemerintah Anda

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com