Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Peran Megawati di Balik Aturan JHT Baru Cair di Usia 56 Tahun

Kompas.com - Diperbarui 14/02/2022, 20:38 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah mengeluarkan aturan baru bahwa Jaminan Hari Tua atau JHT yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan baru bisa cair saat peserta memasuki usia 56 tahun.

Padahal sebelumnya, JHT bisa langsung cair pada saat peserta resign, kena PHK, atau tak lagi menjadi WNI. Iuran JHT sendiri terbilang cukup besar, yakni 5,7 persen dari gaji pekerja setiap bulannya.

Baca juga: Kemenaker: Dana JHT Bisa Cair 10-30 Persen Sebelum Usia 56 Tahun, Ini Syaratnya

Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Jika ditilik sejarahnya, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 sebenarnya merupakan implementasi dari regulasi yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Baca juga: Besar Mana Duit Pencairan JHT Vs JKP? Ini Simulasi Versi Pemerintah

Secara yuridis, Permenker Nomor 2 Tahun 2022 sudah sesuai dengan Pasal 35 dan 37 UU SJSN junto PP Nomor 46 tahun 2015.

Sebagaimana diketahui, UU SJSN merupakan regulasi yang disusun dan disahkan oleh pemerintahan Megawati Soekarnoputri saat masih menjabat sebagai Presiden RI di tahun 2004.

Baca juga: Airlangga: Buruh Kena PHK Dapat Uang Lebih Banyak Pakai JKP Ketimbang JHT

Dalam UU yang diteken langsung Megawati pada 19 Oktober 2004 itu, dalam Pasal 37 disebutkan bahwa manfaat JHT berupa uang tunai baru bisa dicairkan sekaligus saat pekerja sudah berusia pensiun alias 56 tahun.

"Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap," bunyi Pasal 37 ayat (1).

Baca juga: Profil Ida Fauziyah, Menteri dari PKB yang Teken Aturan JHT Cair di Usia 56 Tahun

Masih di pasal yang sama UU SJSN, pembayaran JHT bisa saja dibayarkan sebelum pekerja memasuki usia pensiun, namun besarannya hanya diberikan sebagian saja. Itu pun dengan syarat, pekerja harus sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 tahun.

Jumlah uang JHT yang akan diterima pekerja adalah hasil akumulasi iuran yang ditambah dengan hasil pengembangan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Lalu apabila peserta meninggal dunia sebelum usia 56 tahun, maka JHT bisa saja diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak menerima manfaat jaminan sosial tersebut. 

Di era Presiden Megawati pula, lahir UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Salah satu pasal yang paling kontroversial adalah terkait dibolehkannya perusahaan melakukan alih daya atau yang lebih dikenal dengan outsourcing

Baca juga: Menko Airlangga Blak-blakan soal Beda JHT dan JKP

Usaha kedua Jokowi

Jika ditilik ke belakang, upaya pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menahan dana JHT milik pekerja hingga usia pensiun sebenarnya pernah dilakukan di tahun 2015 silam alias di periode pertamanya.

Heboh penolakan perubahan skema pencairan JHT itu terjadi pada Juli 2015. Hampir sama dengan polemik JHT yang terjadi saat ini, saat itu pemerintah juga mengeluarkan aturan bahwa pencairan JHT bisa dilakukan apabila pekerja sudah memasuki usia 56 tahun.

Kebijakan yang diberlakukan serentak sejak 1 Juli ini membuat banyak peserta yang hendak mencairkan dana JHT harus gigit jari. Akibat perubahan yang dinilai kurang sosialisasi tersebut, sempat terjadi kericuhan di sejumlah kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KJRI Cape Town Gelar 'Business Matching' Pengusaha RI dan Afrika Selatan

KJRI Cape Town Gelar "Business Matching" Pengusaha RI dan Afrika Selatan

Whats New
Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Whats New
Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Whats New
Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com