JAKARTA, KOMPAS.com – Amerika Serikat menaggapi invasi Rusia ke Ukraina dengan sederetan sanksi terhadap negeri Beruang Merah tersebut, temasuk ancaman berupa pemutusan akses Rusia ke sistem pembayaran internasional SWIFT.
Dikutip dari laman Forbes, Senin (28/2/2022), SWIFT merupakan singkatan dari Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication.
Sistem berbasis di Belgia ini tercatat (tahun 2021), menangani permintaan pembayaran sekitar 11.000 lembaga keuangan di seluruh dunia, dan menyampaikan 42 juta pesan per hari.
The Washington Post menyamakan sistem ini dengan "Gmail perbankan global," dan Financial Times mencatat, pemutusan akses atau transaksi perbankan antar negara yang dilakukan tanpa SWIFT akan jauh lebih mahal dan lebih lama.
Pemblokiran Rusia dari SWIFT memiliki dampak ekonomi yang signifikan.
Mantan menteri keuangan Rusia Alexei Kudrin memperkirakan, produk domestik bruto Rusia akan susut 5 persen dalam setahun tanpa SWIFT.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Diprediksi Bikin Indonesia Untung, Harga Batu Bara hingga Nikel Bakal Melambung
Langkah tersebut juga dinilai akan membahayakan kemampuan Rusia untuk mengambil untung dari ekspor minyak dan gas yang merupakan 40 persen dari pendapatan negara.
Meski demikian, Rusia telah membentuk sistem pembayaran alternatif dengan China yang dapat digunakan Rusia, tetapi Atlantic Council mencatat, platform tersebut hanya memiliki jangkauan kecil dibanding SWIFT dan tidak bisa mengimbangi transaksi keuangan Rusia.
Baca juga: Dampak Konflik Rusia-Ukraina di Indonesia, Harga BBM Bisa Naik, Juga Elpiji dan Listrik