Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simak Lagi Daftar Barang Impor yang Bikin Jokowi Jengkel

Kompas.com - 26/03/2022, 11:33 WIB
Muhammad Choirul Anwar

Penulis


KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) jengkel melihat banyak lembaga pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang masih doyan impor barang dari luar negeri.

Kejengkelan Jokowi diungkapkan di sela memberikan arahan kepada Menteri, Kepala Lembaga, Kepala Daerah, dan BUMN tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Provinsi Bali.

“Uang-uang APBN, uang rakyat, uang kita sendiri kok dibelikan barang impor. Kita ini gimana sih kadang-kadang? Aduh. Saya detailkan lagi, geregetan saya,” tegas Jokowi dalam acara yang berlangsung pada Jumat (25/3/2022).

Baca juga: Indonesia Langganan Impor Gandum dari Ukraina dan Rusia, Cek Datanya

Jokowi menjelaskan, anggaran negara untuk pengadaan barang dan jasa begitu besar, masing-masing yakni pemerintah pusat Rp 526 triliun, pemerintah daerah Rp 535 triliun, dan BUMN Rp 420 triliun.

“Cek yang terjadi, sedih saya. Belinya barang-barang impor semuanya. Padahal kita memiliki untuk pengadaan barang dan jasa, anggaran modal pusat itu Rp 526 triliun. [Pemerintah] daerah, Pak Gub, Pak Bupati, Pak Wali Rp 535 triliun, lebih gede di daerah. Ini duit gede banget, besar sekali,” tandas Jokowi.

Menurut Jokowi, jika anggaran tersebut sebanyak 40 persen saja dibelokkan untuk belanja barang dan jasa buatan dalam negeri, maka bisa memompa pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Menurut perhitungannya, paling tidak pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terangkat lebih dari 2 persen jika uang negara dibelanjakan di dalam negeri.

Baca juga: Indonesia Langganan Impor Cabai dari Negara Mana Saja?

“Kok enggak kita lakukan? Bodoh sekali kita kalau enggak melakukan ini, malah beli barang-barang impor. Mau kita terus-teruskan? Ndak, enggak bisa. Kalau kita beli barang impor, bayangkan Bapak-Ibu semuanya, kita memberi pekerjaan kepada negara lain. Duit kita berarti capital outflow, keluar. Pekerjaan ada di sana, bukan di sini,” bebernya.

Daftar barang impor yang bikin Jokowi geregetan

Lebih lanjut, Jokowi memberi contoh sejumlah barang impor yang masih suka dikonsumsi pakai uang rakyat, salah satunya adalah CCTV.

“Coba CCTV, beli impor. Di dalam negeri ada yang bisa produksi. Apa-apaan ini? Dipikir kita bukan negara yang maju, buat CCTV aja beli impor,” sebutnya.

Selain itu, Jokowi jengkel juga masih menemukan adanya seragam dan sepatu yang diimpor dari luar negeri untuk digunakan polisi dan tentara.

“Seragam dan sepatu tentara dan polisi, beli dari luar. Kita ini produksi dimana-mana bisa, jangan diterus-teruskan,” beber mantan Gubernur DKI Jakarta ini.

Tak hanya itu, Jokowi geram dengan adanya impor alat kesehatan. Terkait hal ini Jokowi secara terang-terangan mengungkapkan kejengkelannya kepada Menteri Kesehatan.

Baca juga: Indonesia Langganan Impor Garam dari Negara Mana Saja?

“Alkes, Menteri Kesehatan, tempat tidur untuk rumah sakit, produksi saya lihat di Jogja ada, Bekasi, Tangerang ada, beli impor. Mau kita terus-teruskan? Silakan. Nanti mau saya umumkan kok. Saya kalau sudah jengkel, ini tak umumin nanti. Ini rumah sakit daerah beli impor, Kementerian Kesehatan masih impor, tak baca nanti. Karena sekarang ternyata gampang banget itu, detail harian sekarang bisa saya pantau betul,” ungkapnya.

Hal serupa juga ditujukan kepada Menteri Pertanian. Jokowi jengkel karena sejumlah peralatan pertanian justru diimpor, padahal alat tersebut bisa diproduksi di dalam negeri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com