Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PLTP Bisa Gantikan PLTU, Tapi Harga Listriknya Perlu Ditekan

Kompas.com - 19/04/2022, 21:30 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dinilai bisa menjadi pengganti pasokan listrik yang selama ini diproduksi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbasis batu bara.

Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Prijandaru Effendi mengatakan, PLTP bisa menggantikan PLTU yang selama ini menjadi pembangkit beban puncak (base-load). Hal ini mengingat sumber daya panas bumi melimpah di Indonesia karena berada di kawasan gunung api (ring of fire).

Pasokan sumber daya panas bumi di Indonesia pun stabil dan efisiensi konversi panasnya di atas 90 persen. Sayangnya, masa pembangunan PLTP terbilang lama, dan hal itu berakibat pada mahalnya harga listrik panas bumi.

Baca juga: Transisi Energi Jadi Fokus G20, Ini Strategi Pemerintah Kejar Pembangunan PLTP 3.355 MW

Oleh sebab itu, Prijandaru menilai, perlunya peran pemerintah terutama untuk memperpendek masa pengembangan pembangkit panas bumi agar harga jual listrik lebih murah dan feasible bagi pengembang

“Kalau mengikuti bussines as usual waktu penggarapan panas bumi bisa sampai 12 tahun. Kalau waktunya bisa dikurangi 4-5 tahun, itu bisa menurunkan harga jual listrik,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (19/4/2022).

Ia mencontohkan, tender perjanjian jual beli listrik atau purchasing power agreement (PPA) antara operator dengan PLN bisa tiga tahun dan juga perizinan di semua level juga lama.

Prijandaru bilang, pengembang tidak bisa bertahan dalam situasi seperti itu karena harus menanggung biaya sampai 10-12 tahun, sementara pendapatannya baru muncul di tahun ke-11, bahkan bisa di tahun ke-14.

"Kalau bisa dikurangi 4-5 tahun, itu akan sangat membantu pengembang, sekaligus bisa menurunkan harga listrik dari panas bumi,” kata dia.

Upaya pengembangan PLTP ini pun akan bermanfaat untuk mengejar target bauran energi baru dan terbarukan (EBT) 23 persen di 2025 dan penurunan emisi gas ruang kaca (GRK) 29 persen di 2030.

Indonesia juga telah berkomitmen mencapai karbon normal (net zero emission) pada 2060 atau kalau bisa lebih cepat.

Baca juga: Konstruksi Selesai, Pertamina Geothermal Energy Segera Operasikan PLTP di Lahendong

Direktur Panas Bumi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Harris Yahya menjelaskan, ada enam poin yang bisa mempercepat pengembangan EBT di Indonesia.

Terdiri dari rancangan Perpres tentang harga EBT, penerapan Permen ESDM tentang PLTS Atap, mandatori bahan bakar nabati (BBN), pemberian insentif fiskal dan nonfiskal, kemudahan perizinan usaha, dan mendorong permintaan ke arah energi listrik.

Adapun empat poin di antaranya berada di wilayah pemerintah, sementara dua lainnya yakni mandatori BBN ada di ranah produsen BBM, dan mendorong permintaan bergantung pada konsumen.

Saat ini, tingginya harga minyak mentah menunjukkan bahwa energi fosil sangat rentan terhadap krisis seperti perang di Ukraina. Apalagi jika yang terlibat krisis negara penghasil minyak atau gas.

Kenaikan harga yang tinggi juga pernah terjadi ketika Iran dan Nigeria dilanda krisis domestik dan perang. Saat ini arga minyak mentah sudah di atas 100 dollar AS per barrel.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Whats New
Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Whats New
Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com