Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Anjlok, Petani Biarkan Buah Sawit Siap Panen Membusuk di Pohon

Kompas.com - 26/04/2022, 21:42 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan, larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng, berdampak di dalam negeri, baik dari segi pasokan maupun harga.

“Tentu saja akan terjadi banjir produksi CPO di dalam negeri. Pada tahun 2021, total produksi CPO Indonesia diperkirakan mencapai 46,89 juta ton, sementara konsumsi nasional untuk agrofuel dan pangan diperkirakan 16,29 juta ton. Artinya terdapat 30 juta-an ton yang selama ini dialokasikan untuk diekspor,” ujarnya dikutip pada Selasa (26/4/2022). 

Henry menegaskan, kebijakan tersebut tak hanya berdampak pada perusahaan kelapa sawit besar, namun juga berdampak kepada petani sawit anggota SPI. 

"Hari ini hasil laporan petani anggota SPI di berbagai daerah seperti Riau, Sumatera Utara, harga tandan buah segar (TBS) sawit seharga Rp 1.700 - Rp 2.000 per kilogram, sudah terkoreksi ada yang 30 persen, bahkan sampai 50 persen," katanya.

Baca juga: Kode Bank BCA untuk Transfer lewat ATM

Henry menyampaikan, kebijakan pemerintah ini harus diikuti dengan kebijakan turunan selanjutnya yang bisa menjamin harga tbs petani sawit tetap layak.

“Perkebunan sawit harus diurus oleh rakyat, didukung oleh pemerintah dan BUMN, bukan oleh korporasi,” tegasnya.

Henry memaparkan, saat ini korporasilah yang menguasai perkebunan sawit di Indonesia.

“Perkebunan sawit korporasi telah mengubah hutan menjadi tanaman monokultur, menghilangkan kekayaan hutan kita, juga sumber air berupa rawa-rawa, sungai dan sumber-sumber air lainnya. Korporasi sawit juga terbukti telah menggusur tanah petani, masyarakat adat dan rakyat, sampai merusak infrastruktur di daerah,” paparnya.

Baca juga: 6 dari 10 Orang Terkaya RI adalah Konglomerat Sawit, Ini Daftarnya

“Sudah benar kebijakan moratorium sawit yang melarang perluasan izin perkebunan sejak tahun 2017-2019, di mana ditemukan ada 1,7 juta hektar lebih perusahaan sawit yang melampaui HGU yang mereka miliki dan 3 juta hektar sawit di dalam kawasan hutan,” sambungnya.

Henry juga menyinggung kesejahteraan buruh-buruh korporasi sawit yang ditelantarkan.

Dia mengatakan, kehadiran korporasi sawit sering mengabaikan izin-izin yang ada, ilegal, dan terjadi kasus pelanggaran kewajiban pajak yang harus dibayarkan kepada negara.

Oleh karena itu Henry menyampaikan, perkebunan sawit harus di diserahkan pengelolaannya kepada petani dikelola usaha secara koperasi mulai dari urusan tanaman, pabrik CPO dan turunannya.

“Negara harus berperan dalam transisi ini dengan melaksanakan reforma agraria, tanah perkebunan atau pribadi yang luasnya di atas 25 hektar dijadikan tanah obyek reforma agraria (TORA),” tegasnya.

Baca juga: KPPU Buka Peluang Usut Dugaan Pengaturan Harga TBS Kelapa Sawit yang Anjlok

Henry melanjutkan, negara jugalah melalui BUMN yang mengurus turunan strategis produksi sawit, seperti agrofuel atau kepentingan strategis lainnya.

“Korporasi swasta bisa diikutkan di urusan pengolahan industri lanjutan, misalnya untuk pabrik sabun, kosmetik, obatan-obatan, dan usaha-usaha industri turunan lainnya,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com