Oleh: Nika Halida Hashina dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Ada di tahap usia sandwich generation memang menyebalkan karena dilema yang kian menumpuk. Sebenarnya apa sih definisi sandwich generation itu?
Melansir Kompas, sandwich generation merupakan sebutan yang diberikan kepada individu yang harus mencukupi kebutuhan ekonomi banyak pihak dalam waktu bersamaan. Biasanya mencakup diri sendiri dan keluarga intinya.
Rentang usia generasi ini ada pada kisaran 30–40 tahun yang diperkenalkan oleh Dorothy Miller dalam bukunya berjudul The Sandwich Generation: Adult Childhood on The Aging (1981).
Namun menurut Erlina, seiring dengan harapan hidup seseorang yang lebih banyak, usia sandwich generation ini bergeser ke usia 40—60 tahun. Selain itu, dahulu istilah ini hanya diperkenalkan untuk perempuan saja, tetapi sekarang laki-laki juga termasuk.
Kali ini, siniar Cuan membahasnya dalam episode berjudul “Balada THR Sandwich Generation” bersama Erlina Juwita, Founder Cerdas Keuangan dan Senior Financial Planner OneShildt.
Beban yang ditanggung generasi ini terutama dalam hal finansial jelas makin banyak. Apalagi saat berada di momen-momen besar yang mengharuskan mereka mengeluarkan lebih banyak dana.
Termasuk pendapatan dari THR kemarin yang dengan cepat habis tak bersisa.
Erlina setuju bahwa tidak ada yang salah dari uang THR yang cepat habis karena memang kebutuhan pada momen itu pun meningkat. Akan tetapi, jika terlalu cepat habis, berarti permasalahan memang ada pada cara mengelola keuangannya.
Baca juga: Perlu Tahu, Ini Dia Hak-hak Normatif Pekerja
“Butuh waktu lebih banyak untuk kita latihan. Latihan untuk mengelola uang menjadi lebih baik lagi; gimana supaya kita lebih cerdas ngatur uangnya,” ujar Erlina.
Menurut Erlina, Banyak faktor yang membuat kita tidak bisa mengendalikan pengeluaran. Faktor pertama dari hal internal, yaitu diri sendiri. Bagaimana cara kita mengatur keuangan dengan mendahulukan hal pokok dan setelahnya.
Permasalahan faktor internal juga ditandai dengan kondisi keuangan yang belum sehat, seperti pemasukan yang lebih sedikit dibanding pengeluaran atau punya banyak utang. Hal ini tentu harus diselesaikan satu per satu.
Misalnya dengan mengontrol keinginan untuk membeli hal-hal yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Kita dapat mengatur itu dengan cara menahan keinginan tersebut selama tiga hari, jika terlupakan dengan mudah, artinya barang tersebut bukanlah prioritas utama.
Kedua, faktor eksternal misalnya dari keluarga dan pertemanan. Misalnya ada banyak kebutuhan di luar keluarga inti yang memakan banyak biaya, seperti makanan di hari raya, memberikan uang ke THR ke anak-anak atau orangtua, dan sebagainya
Sementara itu, dari gangguan dari pertemanan biasanya muncul perilaku konsumtif, seperti terlalu sering hangout. Untuk itu, kita harus dapat menahan keinginan jika frekuensinya sudah terlalu sering.