Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Waspada Krisis Pangan akibat Konflik Rusia-Ukraina

Kompas.com - 10/06/2022, 16:07 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono memprediksi, konflik Rusia dengan Ukraina tidak selesai dalam waktu dekat.

Dia mewanti-wanti konflik kemungkinan akan berlangsung cukup panjang.

"Sepertinya konflik Rusia-Ukraina ini masih cukup panjang. Berbagai upaya sudah ditempuh namun sepertinya belum bisa selesai dalam jangka pendek," kata Susiwijono dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (10/6/2022).

Susi mengungkapkan, panjangnya konflik akan menyebabkan krisis di dunia. Setelah pandemi Covid-19 selesai, krisis akan bergeser pada krisis pangan, energi, dan keuangan.

Baca juga: Hadapi Geopolitik Dunia, Mentan SYL Pastikan Pangan Nasional dalam Kondisi Aman

Tercatat sehari selang Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, harga komoditas utama dunia mulai meningkat.

Harga minyak mentah sempat tembus di atas 130 dollar AS per barrel, meningkat lebih dari dua kali lipat dari asumsi APBN yang hanya 63 dollar AS per barel. Saat ini pun, harga minyak belum stabil di kisaran 110-120 dollar AS per barel.

"Artinya dengan posisi seperti ini, potensi global krisis akan terjadi terutama di tiga sektor tadi, food , energy , dan finance," ucap Susi.

Susi menyebut, krisis akibat konflik Rusia dan Ukraina akan menyebar di banyak sektor bila tak diantisipasi.

Berdasarkan data Program Pangan Dunia, jumlah penduduk yang masuk dalam kategori rawan pangan akibat krisis kembali meningkat menjadi 323 juta orang dari semula 276 juta orang.

Jumlah 276 juta ini pun sudah meningkat akibat akibat Covid-19 dari yang semula 135 juta orang.

"Karena ini berpotensi untuk mendorong terjadinya krisis global, sehingga banyak forum pembahasan di high level yang khawatir dengan konflik Rusia-Ukraina ini sehingga respons dengan banyak sekali kebijakan, salah satunya berharap dibahas di G20, G7, dan sebagainya," ujar Susi.

Lebih lanjut dia menjelaskan, konflik yang tidak kunjung usai pun menjadi perhatian Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selang 1 bulan sejak invasi, Sekjen PBB berinisiatif membuat Global Crisis Response Group (GCRG).

Kelompok ini sudah melakukan serangkaian pertemuan untuk menghadapi krisis. Berdasarkan studinya, negara wilayah Afrika menjadi negara dengan dampak krisis paling parah.

Tak hanya itu, 20 negara di wilayah Amerika Latin dan Karibia mengalami dampak krisis biaya hidup. Kemudian, 2,8 juta orang di Timur Tengah dan Afrika Utara mengalami kemiskinan ekstrem akibat krisis.

Belum lagi ditambah dengan 500 juta orang di kawasan Asia yang berpotensi mengalami krisis pangan dan keuangan yang parah.

"Jadi inisiatif GCRG dikonkretkan dengan menunjuk strukturnya di sana, dan secara resmi menunjuk 6 kepala negara salah satunya adalah Presiden Joko Widodo mewakili G20," jelas Susi.

Baca juga: Bank Dunia Gelontorkan Rp 441 Triliun Buat Tangani Krisis Pangan, Ini 4 Prioritasnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com