Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

"Plot Twist" Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB)

Kompas.com - 03/08/2022, 13:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Masalah kritikal

Tergesa-gesanya pembangunan akan berpengaruh pada persoalan kualitas konstruksi. Ini memang tipikal masalah di proyek infrastruktur yang dipaksa “cepat-cepat” untuk diselesaikan, sehingga banyak hal yang diduga diterobos oleh kontraktor demi target cepat penyelesaian proyek.

Dampaknya jelas sangat berbahaya, di mana kualitas pekerjaannya buruk dan menimbulkan masalah baru serta tambahan anggaran untuk perbaikan.

Secara korporasi juga buruk karena kerugian dan hutang kontraktor penerima penugasan terus membesar dan menjadi beban negara.

Pada kasus KCJB, rincian peningkatan cost overrun disebabkan masalah miringnya beberapa pilar (pier) di beberapa lokasi dengan jumlah cukup signifikan setelah sebelumnya juga viral di media sosial pada awal Desember 2021 lalu.

Dalam kasus miringnya pilar ini, selain pekerjaan tertunda, dipastikan juga berdampak kembali pada cost overrun yang ujung-ujungnya kembali menjadi beban APBN.

Kasus lain yang juga dipastikan dapat menghambat proses finishing KCJB adalah masalah signaling atau persinyalan.

Sistem signaling KCJB menggunakan sistem elektronik berbasis GSM seluler. Salah satunya persoalan persinyalan yang belum tuntas dibahas.

Operasi angkutan kereta api (KA) jantungnya ada si persinyalan. Sinyal harus andal supaya keselamatan angkutan KA terjamin.

Hal ini sesuai dengan pembicaraan teknis antara KCIC dengan konsorsium China (HSRCC-CRSC-CRDC dan CDJO), teknologi seluler yang akan digunakan KCJB adalah Chinese Train Control System-3 (CTCS-3) dengan menggunakan teknologi persinyalan Global System Mobile - Railway (GSM-R) di frekuensi 900 MHz milik PT Telkomsel sebesar 4 MHz (936 - 940 MHz).

Namun penggunaan frekuensi ini masih menyisakan banyak masalah terkait keselamatan perjalanan KCJB dan mahalnya biaya sewa frekuensi yang harus dibayarkan oleh KCIC.

Selain itu, tingginya risiko interferensi pada frekuensi 900 MHz juga disebabkan oleh banyaknya penggunaan penguat sinyal GSM (repeater) ilegal oleh masyarakat umum yang sulit dikontrol oleh Badan Monitoring (Balmon) Kementerian Kominfo.

Untuk itu perlu dicarikan alternatif teknologi persinyalan untuk KCJB yang lebih sederhana, namun menjamin keselamatan operasional KCJB, yaitu mengganti sistem persinyalan dari sistem CTCS-3 ke sistem CTCS-2.

Sistem CTCS-2 merupakan sistem teknologi di bawah CTCS-3 dan tidak dilengkapi dengan teknologi GSM-R sebagai media transmisi data persinyalan.

Solusi tepat

Penggunaan CTCS-2 tanpa GSM-R dapat menghemat beberapa pengeluaran (overrun) KCIC dalam pengoperasian KCJB.

Antara lain tidak ada pengeluaran biaya untuk kegiatan frequency clearing sekitar Rp 1,3 triliun serta sewa Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi dan perawatan jaringan sebesar Rp 160 miliar per tahun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com