Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mentan Peringatkan Harga Mi Instan Melejit, Sarankan Makan Singkong

Kompas.com - 10/08/2022, 11:01 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengingatkan adanya kemungkinan harga mi instan naik di pasaran sampai tiga kali lipat dalam waktu dekat. Penyebabnya adalah impor gandum dari Rusia dan Ukraina terganggu.

Perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina telah mendorong negara-negara di dunia menghadapi ancaman krisis pangan, termasuk sulitnya mendapatkan gandum. Menurut Syahrul, ada 62 negara yang terganggu pasokan pangannya akibat ketegangan geopolitik dua negara itu.

Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bilang, saat ini terdapat kurang lebih 180 juta ton gandum di Ukraina tidak bisa keluar negara. Sementara Indonesia menjadi salah satu negara yang bergantung pada impor gandum.

"Jadi hati-hati yang makan mi banyak dari gandum, besok harganya 3 kali lipat itu, maafkan saya, saya bicara ekstrem saja ini," ujar SYL dikutip pada Rabu (10/8/2022).

Baca juga: Intip Gaji Jenderal Polisi dan Segudang Tunjangannya

Menurut dia, gandum memang masih tersedia. Namun harganya dipastikan sudah melonjak tinggi karena jadi rebutan banyak negara.

Karena kondisi sulit itu pula, SYL menyarankan masyarakat Indonesia mulai mengonsumsi sumber makanan lain pengganti gandum, terutama yang bisa diproduksi massal di Indonesia seperti singkong hingga sorgum.

"Ada gandumnya, tetapi harganya akan mahal bangat. Sementara kita impor terus ini, kalau saya jelas tidak setuju, apapun kita makan saja, seperti singkong, sorgum, sagu," ungkap SYL.

Perang Rusia-Ukraina telah menyebabkan kendala konektivitas yang besar terhadap komoditas gandum dan juga pupuk.

Baca juga: Bedanya Kantor Pajak KPP Pratama, KPP Madya, dan KPP Wajib Pajak Besar

Selain masalah gandum, SYL juga mengatakan, efek dari konflik global tersebut membuat distribusi pupuk ke Indonesia tersendat. Sementara Indonesia juga tercatat menjadi importir pupuk dari Rusia maupun Ukraina.

Hal ini dinilai akan membuat harga pupuk menjadi mahal, sehingga pemerintah bakal mengurangi pupuk subsidi. Oleh sebab itu, ia juga meminta petani hingga akademisi untuk mau memanfaatkan pupuk organik.

"Kalau tunggu pupuk subsidi pasti tidak bisa itu, kita adaptasi dengan cara kita, banyak orang yang sukses tanpa menggunakan pupuk subsidi," kata SYL.

"Semua kearifan lokal misalnya air dicampur terasi terasi dicampur doa ternyata hasilnya bagus. Jangan tunggu pupuk turun yang ada di dunia adalah krisis pupuk," kata dia lagi.

Baca juga: Mengenal Perbedaan CEO, COO, CFO, CTO, dan CMO di Perusahaan

Alternatif sorgum

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri berkali-kali menegaskan rencananya agar Indonesia bisa mengurangi impor gandum maupun jagung. Gandum bisa digantikan dengan komoditas tanaman yang bisa dibudidayakan di Tanah Air.

"Saya perintahkan kepada gubernur dan bupati untuk betul-betul memastikan berapa luasan lahan yang bisa dipakai untuk menanam sorgum sehingga kita tidak bergantung kepada gandum, tidak bergantung pada jagung dari impor," kata Presiden Jokowi saat memberikan keterangan pers melalui video yang diunggah akun YouTube Sekretariat Presiden seperti dikutip dari Antara.

Jokowi menjelaskan lahan di Kabupaten Sumba pernah ditanami jagung, namun kurang produktif. Oleh sebab itu lahan dialihkan pada tanaman biji-bijian sorgum.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com