KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Character Building Assessment & Training EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

Suksesi

Kompas.com - 13/08/2022, 09:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENJELANG pemilu, sebagian besar orang biasanya mulai memikirkan masalah suksesi. Terlepas dari masalah politik yang mungkin sulit dipahami oleh orang awam, kita akan berpikir siapakah yang cocok menjadi pengganti presiden yang cemerlang ini? Apakah si calon bisa menggantikan perannya, kekreatifan, dan keberaniannya? Apakah ada orang yang sudah ia persiapkan?

Tak jarang, banyak orang yang kemudian memandang keturunannya. Apakah pemimpin mempersiapkan putra-putrinya untuk meneruskan tongkat estafet? Namun, kita pasti bertanya-tanya, apakah mereka juga akan memiliki kompetensi seperti orangtuanya? Bukan sekadar individu yang menyandang nama besarnya.

Dalam skala yang lebih kecil, pemilik perusahaan yang ingin terus berkembang pasti memiliki keprihatinan yang sama. Siapakah yang akan menjadi penggantinya nanti? Apakah penggantinya akan memiliki kompetensi yang setara, bahkan lebih baik darinya untuk menghadapi masa depan yang semakin menantang? Ia pun akan memikirkan cara agar sang suksesor memiliki visi misi yang sama dengannya.

Banyak sekali yang menganggap suksesi sebagai suatu upaya tambahan, bukan prioritas utama. Banyak pimpinan yang menunda-nunda upaya ini, bahkan separuhnya berharap bila sampai saatnya tiba, dengan sendirinya akan ada sosok suksesor yang dirasa tepat.

Memang, di situasi tertentu kondisi seperti itu pernah terjadi. Contohnya, pada perusahaan mobil Chrysler, tiba-tiba muncul sosok Lee Iacocca yang mampu melakukan reformasi besar-besaran. Namun, seberapa sering keberuntungan tersebut terjadi? Bukankah lebih banyak perusahaan yang apinya padam setelah pimpinannya lengser?

Pada lembaga-lembaga pemerintahan yang sudah mapan, kita bisa menyaksikan persiapan sangat serius dilakukan bagi talenta-talenta cemerlang. Rotasi agresif pun dilakukan agar penguasaan lapangan mereka semakin tajam dan komprehensif.

Sementara, di masa pandemi Covid-19, ada beberapa gejala yang cukup dinamis. Irama perubahan cepat sekali terjadi. Konsep you only live once (YOLO) membuat generasi muda tidak bercita-cita menghabiskan waktunya hanya untuk bekerja seumur hidup. Artinya, masa persiapan para suksesor juga menjadi lebih singkat.

Terlepas dari bagaimana metode yang dilakukan, kita meyakini bahwa mempersiapkan suksesor pasti lebih baik daripada tidak sama sekali. Organisasi yang menyiapkan suksesi akan secara aktif melakukan man power planning, menjaga talenta-talentanya, dan memperkuat retensi sumber daya manusia (SDM) sebaik-baiknya.

Jadi, mengapa masih banyak lembaga yang sama sekali tidak memikirkan rencana suksesi? Sementara, mereka sadar bahwa bila terjadi keadaan darurat saat organisasi masih belum siap, dampaknya tentu akan sangat besar.

Banyak yang mengatakan mereka tidak tahu bagaimana membuat program suksesi yang terstruktur. Mereka sadar bahwa calon suksesornya masih belum mumpuni, tetapi kesulitan menelaah kompetensi yang dimiliki dan perlu dikembangkan untuk menghadapi masa depan yang mungkin lebih menantang.

Program rencana suksesi

Kita menyadari bahwa proses suksesi di organisasi membutuhkan perencanaan yang matang. Ada beberapa prinsip yang mendasari suksesnya proses suksesi ini.

Eileen RachmanDok. EXPERD Eileen Rachman

Pertama, value driven. Banyak orang menyangka bahwa suksesi yang paling penting harus dilakukan pada manajemen puncak saja. Padahal, suksesi harus dilakukan di sepanjang titik-titik kritis organisasi, terutama posisi yang membawa dampak besar di organisasi, baik di posisi yang berdampak pada tujuan jangka pendek maupun jangka panjang.

Untuk jangka pendek, posisi apa yang paling memengaruhi angka penjualan dan operasional harian? Untuk jangka panjang, posisi apa yang paling menjamin jalannya organisasi untuk tetap menjaga rencana strategi perusahaan?

Kedua, terintegrasi. Agar program suksesi dapat berjalan secara konsisten, efisien, dan efektif, evaluasi berkesinambungan perlu dilakukan. Biasanya divisi human resource development (HRD) yang diberikan tanggung jawab ini. Namun, sebenarnya, pihak yang paling bertanggung jawab terhadap suksesi adalah pimpinan perusahaan.

Talenta-talenta yang menjanjikan bagi masa depan perusahaan dapat diturutsertakan dalam program high potential dan sejenisnya. Dalam program ini, para talenta akan mendapatkan tugas untuk mengembangkan kompetensi yang mereka butuhkan di masa mendatang.

Jadi, program suksesi bukan sekadar memilih pengganti jabatan tertentu ketika pejabatnya sudah tidak aktif, melainkan sebuah program persiapan integratif yang menyasar pengembangan beragam kompetensi, baik soft skills maupun technical skills.

Ketiga, data-intuition based. Kita sebenarnya dimudahkan dengan karakter generasi muda yang lebih data-savvy dan data-hungry. Namun, pengambilan keputusan intuitif oleh pejabat saat ini yang umumnya berdasarkan pengalaman jatuh bangun mereka akan sayang bila sampai punah.

Oleh karena itu, coaching yang dapat merabarasakan proses pengambilan keputusan dengan kombinasi antara penggunaan data dan intuisi perlu dilakukan secara berkesinambungan.

Keempat, inclusive. Program suksesi tidak bisa kita lakukan secara tertutup lagi. Dalam filsafat kinerja yang transparan, siapa pun yang berbakat berhak diberi kesempatan yang lebih baik.

Identitas para talenta bukan rahasia lagi. Apalagi, kita juga mengharapkan keterlibatan para stakeholder dalam desain dan implementasi program ini agar wawasan para talenta-talenta ini lebih cepat berkembang.

Komunikasi yang terbuka dan segamblang mungkin mengenai suksesi akan membuat organisasi terhindar dari salah pengertian dan gosip tak perlu. Selain divisi HRD yang menjaga dan memonitor program, evaluasi terhadap retensi program ini juga perlu dilakukan secara berkala.

Besar kemungkinan suksesi yang sudah direncanakan tidak berjalan mulus sehingga program juga perlu direvisi. Bisa saja, talenta yang digadang-gadang ternyata mengurungkan niatnya di tengah jalan. Kemungkinan lain, individu yang tadinya merasa diri mumpuni untuk suatu peningkatan jabatan tapi tidak terpilih, merasa kecewa dan meninggalkan organisasi.

Risiko suksesi pasti ada, tergantung pada karakter masing-masing organisasi. Namun, kita tetap harus ingat bahwa transparansi mengenai rencana suksesi dan kesempatan yang diberikan akan membangun trust, kredibilitas, dan engagement yang lebih besar.


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com