Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Kenaikan Tarif Ojol Rugikan "Driver" hingga Konsumen

Kompas.com - 29/08/2022, 19:40 WIB
Elsa Catriana,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Protes terkait rencana kenaikan tarif ojek online (Ojol) terus mengemuka sepekan terakhir.

Kenaikan tarif ojol ini, meski terkesan menguntungkan pengemudi ojol, namun sejatinya memiliki dampak ke berbagai hal lain.

Analis kebijakan transportasi dan Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan mengatakan, keputusan Kementerian Perhubungan terkait kenaikan tarif ojol sebetulnya tidak menguntungkan pengemudi karena kenaikan tarif yang begitu besar.

Baca juga: Tarif Ojol Batal Naik Besok

"Kan dilihat dari kenaikan, per kilo itu naiknya Rp 1.000 ya, kalau begini akan terjadi penurunan permintaan dari masyarakat, tidak menguntungkan ojek online," ujarnya dalam keteranganya, Senin (29/8/2022).

Tigor pun meminta peraturan Kemenhub tentang kenaikan tarif ojol tersebut ditinjau ulang.

Sejumlah pihak, juga meminta kenaikan tidak melebih inflasi sehingga tidak memberatkan konsumen. Apalagi, daya beli konsumen belum pulih sepenuhnya.

Ekonom Indef Nailul Huda menilai, rencana kenaikan tarif ojol terkesan tidak melihat dari berbagai sisi, terutama dari aspek konsumen.

Disampaikan Nailul, bentuk industri dari transportasi online, termasuk ojek online, adalah multisided-market dimana ada banyak jenis konsumen yang "dilayani” oleh sebuah platform. Bukan hanya dari sisi mitra driver saja, namun juga dari sisi konsumen akhir/penumpang dan pelaku UMKM (mitra penjual makanan-minuman).

"Perubahan cost dari sisi mitra driver akan mempengaruhi perubahan di sisi konsumen penumpang dan pelaku UMKM. Dari sisi konsumen penumpang sudah pasti ada penurunan permintaan, sesuai hukum ekonomi. Jika permintaan industri bersifat elastis, sudah pasti mitra driver yang akan rugi karena secara total pendapatan akan menurun. Maka hal ini kontradiktif dengan kesejahteraan mitra driver yang ingin dicapai dengan adanya perubahan ini," kata Nailul Huda.

Hal negatif lain, yang akan terdampak imbas kenaikan tarif ojol yang tinggi yaitu ada perpindahan transportasi masyarakat dimana sebagian akan pindah ke transportasi umum dan sebagian akan menggunakan kendaraan pribadi.

Menurut Nailul, perpindahan ke transportasi umum bisa dibilang akan meningkatkan biaya transportasi masyarakat dimana perjalanan masyarakat akan semakin panjang dan sebagian besar belum terintegrasi moda transportasi umum di kota-kota Indonesia.

"Ada biaya transportasi yang kemungkinan meningkat dan bisa menyebabkan inflasi secara umum. Inflasi transportasi per Juli 2022 cukup tinggi dimana secara tahunan (yoy) di level 6,65 persen, tertinggi kedua setelah makanan, minuman, dan tembakau. Jika menggunakan kendaraan pribadi akan menambah kemacetan dan kerugian ekonomi akan bertambah," tegas Nailul.

Baca juga: Kemenhub Kembali Batalkan Kenaikan Tarif Ojol, Ini Pertimbangannya

Dari sisi lain, disampaikan Nailul, pelaku UMKM mitra layanan pesan antar makanan juga akan terdampak karena permintaan akan berkurang. Konsumen belum tentu berkenan untuk naik kendaraan pribadi ke tempat makan jika jarak-nya jauh. Konsumen akan mempertimbangkan untuk membeli makanan dna minuman yang lebih dekat secara jarak.

"Jadi saya rasa pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan kenaikan tarif ojek online ini dan melihat sebesar besar elastisitas dari produk atau layanan," kata Nailul.

Untuk diketahui sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan tarif ojek online (ojol) di Indonesia.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com