Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inflasi Global Melonjak, Sri Mulyani Sebut Banyak Negara Dihadapkan Kondisi Pelik

Kompas.com - 30/08/2022, 19:45 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, dunia saat ini tengah menghadapi kondisi peliknya ketidakpastian ekonomi. Negara-negara di dunia pun dihadapkan pada keputusan yang sulit untuk bisa menjaga stabilitas ekonominya.

Ia menjelaskan, ekonomi dunia sempat terpukul sepanjang 2020 akibat pandemi Covid-19, sehinga para pemangku kebijakan di setiap negara merespons dengan kebijakan fiskal dan moneter yang berujung mulai pulihnya perekonomian di 2021. Pemulihan itu ditandai dengan meningkatnya konsumsi.

Namun, peningkatan konsumsi tersebut tak dibarengi dengan pemulihan dari sisi pasokan. Alhasil, terjadi ketidakseimbangan antara permintaan (demand) dan penawaran (supply) yang membuat inflasi pun mulai terkerek.

Baca juga: Sri Mulyani Ungkap Harga Asli Pertalite dan Solar Jika Tanpa Subsidi

"Di 2021 tu sebetulnya sudah mulai muncul tanda-tanda ketidakseimbangan supply dan demand," katanya dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (30/8/2022).

Kondisi tersebut pun semakin diperparah dengan terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina pada Februari 2022. Kedua negara tersebut memegang peranan penting dalam rantai pasok global, yakni terkait produk pangan, pupuk, maupun energi.

Hal itu membuat terjadinya lonjakan harga pada komoditas pangan dan energi, sehingga laju inflasi pun semakin tinggi baik di negara-negara maju maupun berkembang. Sri Mulyani menyebut, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris pun mengalami inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Secara global, diperkirakan inflasi negara-negara maju akan mencapai 6,6 persen di 2022, sementara inflasi negara-negara berkembang mencapai 9,5 persen di tahun ini.

"Ini menggambarkan, bahwa risiko bergeser dari pandemi sebagai ancaman, sekarang ancamannya adalah gejolak harga komoditas, geopolitik, dan inflasi yang menjadi konsekuensi dari harga-harga komoditas," jelas dia.

Baca juga: Sri Mulyani: Pertamax yang Dikonsumsi Mobil Bagus Disubsidi Rp 4.800 Per Liter

Lonjakan inflasi itu pun membuat bank-bank sentral dilematis karena harus menaikkan suku bunga acuan dan pengetatan likuiditas untuk menekan gejolak harga, namun kebijakan itu juga berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi.

"Terus terang kalau membaca berita internasional, bank-bank negara maju dihadapkan situasi yang luar biasa rumit, merespons inflasi yang tinggi dengan pengetatan moneter dengan konsekuensi ancaman pelemahan ekonomi di negara tersebut, sehingga bank sentral dihadapkan pada buah simalakama yang sangat pelik," papar Sri Mulyani.

Kebijakan kenaikan suku bunga dan pengetatan likuditas bank sentral di negara-negara maju juga berdampak ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Lantaran, membuat terjadinya aliran modal keluar (capital outflow) dan melemahkan nilai tukar terhadap dollar AS.

Bendahara Negara itu pun memperkirakan kondisi ketidakpastian global ini akan terus berlanjut ke tahun 2023 mendatang. Oleh sebab itu, dia memastikan, pemerintah akan mengelola dan mendesain APBN 2023 dengan memperhatikan kondisi ekonomi global.

"Maka kami dalam mengelola dan mendesain APBN 2023 harus memahami esensi dari tantangan dan ketidakpastian ini," pungkas Sri Mulyani.

Baca juga: Sri Mulyani Curhat Subsidi BBM Terus Membengkak dan Bebani APBN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank DKI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1 hingga 30 Juni 2024, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Bank DKI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1 hingga 30 Juni 2024, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
Kemendag Rilis Daftar 11 Komoditas dengan Perubahan Lartas, Apa Saja?

Kemendag Rilis Daftar 11 Komoditas dengan Perubahan Lartas, Apa Saja?

Whats New
Wafatnya Presiden Iran Diyakini Tak Berdampak Signifikan ke Perekonomian Global

Wafatnya Presiden Iran Diyakini Tak Berdampak Signifikan ke Perekonomian Global

Whats New
Anomali Harga Emas yang Terus-terusan Cetak Rekor Tertinggi

Anomali Harga Emas yang Terus-terusan Cetak Rekor Tertinggi

Whats New
Menhub Curhat Kurangnya Komitmen Pemda Bangun Transportasi Massal

Menhub Curhat Kurangnya Komitmen Pemda Bangun Transportasi Massal

Whats New
Demi Jaga Integritas Perkebunan, Kementan Adakan Sosialisasi SPI

Demi Jaga Integritas Perkebunan, Kementan Adakan Sosialisasi SPI

Whats New
Kementerian BUMN Beberkan Penyebab Terjadinya Indikasi Korupsi di Biofarma

Kementerian BUMN Beberkan Penyebab Terjadinya Indikasi Korupsi di Biofarma

Whats New
Jadwal Operasional BCA Selama Libur 'Long Weekend' Waisak 2024

Jadwal Operasional BCA Selama Libur "Long Weekend" Waisak 2024

Whats New
14 Etika E-mail Profesional yang Perlu Diketahui

14 Etika E-mail Profesional yang Perlu Diketahui

Work Smart
Ini Penyebab Indofarma Mandek Bayar Gaji Karyawan

Ini Penyebab Indofarma Mandek Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Singapura Promosikan Diri Jadi Tuan Rumah Konferensi dan Pameran

Singapura Promosikan Diri Jadi Tuan Rumah Konferensi dan Pameran

Whats New
Bank DKI Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Bank DKI Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Belanda Mau Investasi Energi Terbarukan di RI Senilai Rp 10,16 Triliun

Belanda Mau Investasi Energi Terbarukan di RI Senilai Rp 10,16 Triliun

Whats New
Mau Bangun KRL Surabaya-Sidoarjo, Menhub Gandeng Bank Pembangunan Jerman

Mau Bangun KRL Surabaya-Sidoarjo, Menhub Gandeng Bank Pembangunan Jerman

Whats New
Gandeng TKDN, Pupuk Kaltim Tingkatkan Keamanan dan Keselamatan Armada

Gandeng TKDN, Pupuk Kaltim Tingkatkan Keamanan dan Keselamatan Armada

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com