BPS (2021) memprediksi proporsi penduduk lansia telah mencapai 17 persen. Bahkan, tahun 2035 diperkirakan menjadi batas akhir bonus demografi.
Sementara, hanya ada sekitar 12 persen lansia yang memiliki akses terhadap program perlindungan sosial skema kontribusi atau jaminan sosial ketenagakerjaan, termasuk dana pensiun untuk pegawai negeri.
Dengan bertambahnya usia populasi, rasio jumlah wajib pajak terhadap jumlah pensiunan menjadi jauh lebih kecil, sehingga membebani wajib pajak dan membahayakan keberlanjutan anggaran negara.
Akibatnya, pemerintah terperangkap dalam trade-off antara membantu menciptakan kecukupan keuangan hari tua dan keberlanjutan anggaran negara.
Untuk mengatasi trade-off, banyak negara kemudian berusaha memecahkan masalah keberlanjutan anggaran negara dan kecukupan keuangan hari tua dengan membuat program kombinasi sistem PAYG (defined benefit system) dan sistem iuran pasti (defined contribution system) (World Bank, 2008).
Kombinasi tersebut terangkum dalam sistem pensiun lima pilar. Pertama, jaminan kebutuhan dasar (Basic Needs Security). Pilar ini untuk menjamin bahwa tidak ada lansia yang hidup dalam kemiskinan dan sepenuhnya dijamin APBN.
Kedua, jaminan kecukupan keuangan (Defined Benefit), di mana pembayaran pensiun dibayarkan dari pendapatan pajak dengan sistem PAYG.
Pilar ini bertujuan membantu para pensiunan mencapai standar hidup sebelum pensiun dan akan memperoleh akumulasi tabungan yang diinvestasikan pada saat mereka pensiun.
Ketiga, pilar iuran pasti (Defined Contribution/Fully Funded), pendanaan pensiun yang bersumber dari kontribusi bersama antara pekerja dan pemberi kerja.
Keempat, sistem tabungan (Individual Savings) yang bersifat sukarela. Para pekerja didorong secara mandiri menabung di lembaga keuangan sebagai bentuk investasi untuk masa pensiun kelak.
Kelima, pilar transfer non-finansial (Family Support). Ini bisa berupa transfer dalam bentuk barang dari anggota keluarga atau komunitas lain.
Kombinasi lima pilar ini akan menciptakan sistem pensiun universal yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat, tak hanya untuk kalangan aparatur negara.
Untuk mewujudkannya, dibutuhkan tiga prasyarat sistem reformasi. Pertama, sistem pensiun tak dapat dipisahkan dari pasar tenaga kerja dan perekonomian.
Sebab, saat ini hampir semua pekerja informal, yang jumlahnya sekitar 60 persen dari total pekerja, tidak tercakup dalam program pensiun.
Maka, pasar tenaga kerja saat ini harus dinamis dan inklusif untuk memudahkan pekerja untuk mencari pekerjaan sebagai prasyarat awal menciptakan sistem pensiun yang universal.