Namun dalam hal ini harus dicarikan solusi jangka panjang. Seperti dengan jalan pengembangan Dimethy Ether (DME) yang pernah dibahas komisi VII dengan PT BA sebelumnya.
Di mana saat itu, Komisi VII DPR RI mendorong pengembangan Dimethyl Ether (DME) sebagai alternatif subtitusi atau pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG) untuk memenuhi energi rumah tangga.
Langkah strategis ini diyakini bisa menekan impor LPG (elpiji) dan membantu anggaran negara untuk mengurangi subdisi terhadap LPG.
Ketiga, program kompor listirk berpotensi membebani masyarakat kurang mampu. Rencana bagi-bagi kompor listrik kepada pelanggan listrik 450 VA dan 900 VA akan berpotensi membebani mereka, karena setelah beralih kepada kompor listrik, otomatis tagihan listrik rumah tangga berpotensi naik.
Selain itu, kemungkinan mereka juga harus migrasi ke daya listrik lebih besar, sebab untuk menggunakan kompor induksi, memerlukan daya listrik yang relatif besar.
Sementara pengguna LPG 3 kg umumnya adalah kelas menengah bawah dan miskin. Mereka adalah pelanggan listrik rumah tangga 450 VA atau 900 VA yang disubsidi.
Kalangan masyarakat kurang mampu itu juga tentunya harus mengganti peralatan memasak mereka, dengan peralatan yang sesuai dengan kompor listrik.
Dengan potensi memberatkan itu, jangan sampai, nantinya kompor listrik yang dibagikan kepada masyarakat tidak mampu, tapi malah tidak digunakan. Akhirnya program ini menjadi gagal, dan hanya buang-buang anggaran pemerintah saja.
Kita memahami, bahwa Pemerintah selama ini memang berkewajiban memberikan subsidi harga LPG bagi masyarakat yang kurang mampu, dengan besaran pengeluaran yang semakin meningkat, dan berpotensi menekan APBN.
Ditambah lagi adanya impor LPG yang tercatat berada di angka 77 persen.
Namun upaya pemerintah menekan subsidi LPG dengan mengalihkan penggunaan LPG ke energi berbasis listrik, dengan bagi-bagi kompor listrik, bukanlah solusi.
Pemerintah sebaiknya memperbaiki sumber masalah dengan memastikan subsidi LPG 3 kg benar-benar tepat sasaran untuk masyarakat miskin dan tidak mampu.
Dengan melihat berbagai pertimbangan di atas, maka kami berkesimpulan bahwa program bagi-bagi kompor listrik tersebut, untuk saat ini tidaklah tepat, bahkan bisa mengarah pada pemborosan anggaran negara, di tengah efisiensi APBN yang hendak dicapai pemerintah.
Maka kebijakan itu harus segera dihentikan, dan proses penganggarannya pun harus ditolak.
Anggaran program bagi-bagi kompor listrik sebesar Rp 5 triliun yang setara dengan anggaran Kementerian ESDM selama satu tahun itu, lebih baik dialihkan untuk biaya subsidi listrik bagi masyarakat kurang mampu.
Dengan demikian, negara akan lebih bisa memaksimalkan anggarannya untuk kebaikan rakyat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.