Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jazak Yus Afriansyah
Trainer

Author, Coach, Trainer.
Master of Technology Management.

Mengurai Benang Merah “Leadership Gap Syndrome” dengan “Quiet Quitting” (Bagian I)

Kompas.com - 03/10/2022, 08:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ketidakcocokan ini sebagaimana uraian di atas secara ilmiah dipicu oleh perbedaan karakter, sikap, perilaku, dan preferensi yang sangat menganga lebar antara Generasi Millennial dengan Generasi Kolonial.

Alhasil, dalam proses kepemimpinan tersebut sering terjadi friksi di antara Generasi Kolonial yang memimpin dengan Generasi Millennial yang dipimpin.

Atau sebaliknya dalam beberapa kondisi yang langka, Generasi Kolonial dipimpin oleh Generasi Millennial.

Friksi tersebut jika tidak dikelola dengan bijaksana, maka akan berkembang menjadi konflik terbuka yang tidak produktif.

Karena konflik yang tidak produktif tersebut gagal dikendalikan akhirnya meledak menjadi pembangkangan dan perlawanan oleh para Millennial.

Perlawanan tersebut bisa terlihat sangat vulgar dan nyata, Misalnya, mereka mengajukan mosi tidak percaya, melawan perintah atasan, menolak melaksanakan tugas dan puncaknya mereka mengajukan resign secara mendadak, dan terkadang resign tersebut dilakukan secara berjamaah.

Namun terkadang perlawanan tersebut dilakukan secara tersamar dengan halus. Artinya mereka tidak menunjukkan secara vulgar, namun membungkusnya dengan rapi sehingga terlihat seperti bukan pembangkangan. Inilah yang sekarang dikenal sebagai Quiet Quitting!

Dikutip dari Buku “Lead or Leave it to Millennial” beberapa bentuk perlawanan itu, misalnya, mereka tidak menolak secara frontal tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Namun secara sistimatis para karyawan ini tidak menyelesaikan tugas tersebut dengan baik sesuai dengan target yang telah ditentukan.

Pada beberapa kasus ditemukan mereka mengerjakan hanya karena ingin sekadar menggugurkan kewajiban sesuai dengan kontrak dan gaji yang mereka terima tanpa komitmen untuk mencapai hasil yang maksimal. Inilah puncak dari Gerakan Quiet Quitting.

Maka bisa disimpulkan bahwa cara kepemimpinan yang tidak relevan dengan Generasi Millennial menyebabkan Leadership Gap Syndrome, sehingga Leadership Gap Syndrome yang tidak lekas diterapi memicu terjadinya Quiet Quitting.

Pada beberapa kondisi yang ekstrem, Quiet Quitting ditunjukan dengan pekerjaan yang dihentikan di tengah jalan serta ditinggalkan begitu saja dan yang lebih fatal adalah terjadinya fraud!

Pada situasi tersebut kajian empiris kami menunjukkan sebagian besar para pemimpin dari generasi yang lebih senior, kurang paham bahwa itu adalah gejala friksi dan konflik.

Akibat pola kepemimpinan mereka terhadap anggota tim dari Generasi Millennial yang tidak pas, membuat frustasi dan menyakitkan hati.

Namun mengapa karyawan Millenial lebih memilih membungkus rapi dan senyap atau Quiet Quitting ketidakrelaan mereka terhadap cara atasan mereka memimpin?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com