Diperkirakan model bisnis seperti ini akan diulang kembali penerapannya untuk pengelolaan terminal peti kemas dan terminal/dermaga lain yang ada dalam area pelabuhan Patimban.
Yang juga menarik dikomentari adalah pilihan mengundang Maersk Line untuk menjadi operator terminal peti kemas Pelabuhan Patimban.
Perusahaan ini salah satu pelayaran ternama di dunia sehingga tidak perlu diragukan bonafiditasnya.
Bagi perusahaan ini, bisnis kepelabuhan di Indonesia bukan sesuatu yang baru. Pada 2011, ketika pemerintah melelang terminal Kalibaru di Pelabuhan Tanjung Priok, pelayaran ini ikut serta melalui konsorsium PT Pelayaran Bintang Putih-AP Moller-Maersk Terminals (APM Terminals).
Setelah dievaluasi oleh Kementerian Perhubungan, konsorsium tersebut dinyatakan tidak lulus prakualifikasi.
Yang juga gugur dalam fase ini adalah PT Pelabuhan Indonesia IV. Sementara lima peserta tender yang lain (PT Pelindo II, konsorsium PT Pelabuhan Socah Madura-PSA PE Asia, konsorsium PT Pelindo I International Container Terminal Services-PT Sinar Rajawali Cemerlang, konsorsium 4848 Global System-Mitsui-Evergreen-Nusantara Infrastruktur, dan konsorsium PT Hutchison Port-Brilliant Permata Negara-PT Salam Pacific Indonesia Lines-Cosco Pacific Limited) melaju ke tahap berikutnya.
Kita semua tahu siapa kini yang menjadi operator New Priok Container Terminal (NPCT) 1, nama yang dilekatkan pada proyek itu setelah selesai konstruksinya.
Setelah sekian lama berselang, Maersk Line sekarang tengah dibujuk oleh BKS agar mau menjadi operator terminal peti kemas Pelabuhan Patimban.
Pertanyaan sederhana, apa dia tahu catatan sejarah itu? Memang, masa 11 tahun yang lalu berbeda jauh dengan tahun 2022, tetapi sejarah tidak boleh dilupakan.
Tidak lolos prakualifikasi tentulah ada sebabnya. Saya sedikit-banyak tahu hal itu, namun lebih baik tidak dibuka di sini. Saya tidak hendak menyudutkan Maersk Line.
Bagaimanapun perusahaan itu sudah menghubungkan Indonesia dengan pelabuhan-pelabuhan di luar negeri melalui perwakilan mereka di sini, pelayaran Bintang Putih. Karenanya perlu diapresiasi.
Sepertinya yang akan masuk sebagai operator terminal peti kemas, jika pelayaran Denmark itu serius, adalah anak usaha terminal mereka, APM Terminals. Kita tunggu saja akhir ceritanya.
Terakhir yang perlu dicatat, malah perlu dikritik, dari langkah Menhub BKS mencarikan operator terminal peti kemas khususnya dan Pelabuhan Patimban umumnya adalah kelalaiannya menangani aspek regulasi di pelabuhan itu.
Maksudnya begini. Sejak Pelabuhan Patimban dimulai pembangunan fisik pertamanya hingga fase sekarang (penyelesaian terminal peti kemas) tidak jelas siapa yang menjadi regulatornya. Regulator di sini mencakup aspek bisnis dan keselamatan atau safety.
Di sana memang ada regulator, yaitu Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Unit inilah yang mewakili pemerintah ketika operasional Pelabuhan Patimban diserahkan kepada PT PPI melalui perjanjian konsesi lebih-kurang dua tahun lalu.