Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kunny Izza Indah Afkarina
Researcher

Koordinator Program Demokrasi Energi di Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER)

Demokrasi Energi untuk Transisi Energi Berkeadilan

Kompas.com - 18/10/2022, 13:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pengelolaan energi yang tidak demokratis

Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menemukan banyak kesaksian dan keluhan masyarakat di Provinsi Kalimantan Timur mengenai pengelolaan energi listrik yang tidak demokratis.

Karena distribusi listrik tidak merata dan kepentingan masyarakat tidak dilibatkan dalam pengelolaan energi. Hal ini terungkap dalam Forum Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh AEER pada Juli 2022 lalu.

Pemadaman listrik merupakan hal yang biasa terjadi di Kabupaten Kutai Timur. Bahkan beberapa desa di Kecamatan Kaubun, Sandaran, dan Karangan belum teraliri listrik.

Hal serupa terjadi di beberapa wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara. Karena kelangkaan listrik ini, masyarakat setempat harus membeli genset diesel dan panel surya pribadi. Listrik hanya dapat dinikmati masyarakat yang mampu.

Ironisnya, daerah-daerah yang mengalami kesulitan akses listrik berada dalam lingkar tambang batu bara yang merupakan penghasil utama sumber energi listrik.

Kalimantan Timur adalah daerah penghasil batu bara terbesar di level nasional dengan kontribusi sebanyak 40,10 persen total sumber batu bara yang ada di Indonesia.

Bagaimana bisa daerah penghasil terbesar batu bara yang merupakan sumber energi listrik mengalami kesulitan mengakses listrik? Jawabannya adalah karena sistem pengelolaan dan distribusi listrik yang tersentralisasi.

Penggunaan energi fosil batu bara dalam sistem sentralisasi listrik juga menyebabkan kepentingan masyarakat lokal tidak dilibatkan dalam pengelolaan energi menyebabkan masalah kerusakan lingkungan yang dampaknya ditanggung warga lokal.

Pada tahun 2022 saja, terdapat beberapa wilayah yang mengalami banjir dan longsor karena penambangan batu bara seperti di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kota Balikpapan, dan Kota Samarinda.

Kerusakan lingkungan inilah menyebabkan kehadiran pembangkit energi listrik alih-alih menyejahterakan, justru mengganggu ekonomi masyarakat lokal.

Sebagai contoh, di Kelurahan Bontang Lestari, sekitar 200 nelayan rumput laut terdampak dan banyak berganti pekerjaan karena lokasi budidaya rumput laut yang semakin menyempit dan hilang karena polusi yang disebabkan PLTU, yaitu menyebarnya debu batu bara dari jalur kapal untuk muatan batu bara dan pembuangan limbah air panas ke laut.

Energi hijau semata, apakah cukup?

Sistem sentralisasi energi dan energi fosil batu bara adalah persoalan yang bertentangan dengan prinsip energi demokrasi.

Namun berfokus pada penggantian energi fosil menjadi energi hijau semata tidaklah cukup selama masih berjalan melalui sistem sentralisasi energi.

Masyarakat di Danau Poso, Sulawesi Tengah misalnya, tetap memiliki akses listrik yang minim meskipun di daerah tersebut terdapat PLTA yang dikelola oleh perusahaan swasta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com