PEMBENTUKAN lembaga penjamin polis menjadi kebutuhan mendesak di tengah situasi beberapa perusahaan asuransi gagal bayar.
Apalagi, lembaga penjamin polis telah diamanatkan UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dalam pasal 53 yang sudah harus terbentuk paling lambat Oktober 2017.
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 53 UU No. 40 Tahun 2014, program penjaminan polis memberikan jaminan pengembalian sebagian atau seluruh hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi.
Selama penjaminan polis belum terbentuk, maka ketentuan penjaminan bagi pemegang polis masih berbentuk Dana Jaminan yang berasal dari kekayaan perusahaan asuransi.
Selain untuk menjalankan amanat UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, langkah ini juga didorong masalah keuangan yang dihadapi oleh perusahaan asuransi seperti Jiwasraya, AJB Bumiputera, Krisna Life, Wanaartha Life dan sejumlah asuransi gagal bayar.
Sementara yang telah dilikuidasi oleh OJK seperti Bumi Asih Jaya, Bakrie Life, dan Himalaya.
Setelah melalui wacana dan kurun waktu panjang sejak menjadi amanat undang-undang, maka pilihan telah dijatuhkan dari berbagai alternatif yang ada untuk membentuk lembaga penjamin polis.
Pembentukan lembaga ini sudah dipertegas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) atau Omnibus Law Keuangan yang menyebutkan program ini akan dijalankan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Berdasarkan draft RUU Omnibus Law Keuangan, LPS bakal menyelenggarakan program penjaminan polis.
Dalam Pasal 65 ayat 1 di Bab VIII tentang Program Penjaminan Polis menyebutkan, LPS berfungsi menyelenggarakan penjaminan polis bagi pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
Akan ada beberapa wewenang yang nantinya dimiliki LPS untuk menjalankan program penjaminan polis. Mulai dari penetapan iuran awal dan berkala dari perusahaan asuransi hingga ketentuan pembayaran penjaminan polis.
LPS juga bertanggung jawab atas pengelolaan dan penatausahaan aset dan kewajiban penyelenggaraan Program Penjaminan Polis serta memisahkannya dengan pencatatan aset penjaminan simpanan.
Sedangkan berdasarkan Pasal 69 menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Program Penjaminan Polis, serta pengelolaan dan penggunaan dana Program Penjaminan Polis diatur dalam peraturan pemerintah.
Pembentukan lembaga penjamin polis diyakini akan membawa perubahan besar dalam industri asuransi nasional karena ada kepastian proteksi premi nasabah, serta dapat meningkatkan kinerja industri asuransi nasional.
LPP akan mendorong minat dan kepercayaan masyarakat menggunakan jasa asuransi, serta menciptakan tata kelola industri asuransi yang lebih sehat.