Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Keamanan Siber yang Dihadapi Perusahaan di Indonesia

Kompas.com - 02/12/2022, 21:00 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyedia keamanan siber, Check Point Software Technologies Ltd menilai perusahaan di Indonesia perlu meningkatkan keamanan siber setelah Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) disahkan.

Dengan pemberlakuan UU PDP tersebut, perusahaan bisa dikenakan denda hingga 2 persen dari pendapatan tahunannya. Hal itu bersamaan dengan potensi denda hingga Rp 6 miliar bagi individu, apabila terjadi kasus kebocoran data.

Country Manager Indonesia Check Point Software Technologies Deon Oswari mengatakan, perusahaan dapat melindungi data dengan memanfaatkan keamanan siber mulai dari endpoint, jaringan, dan layanan email di Cloud, serta akses remote mengutamakan sistem pencegahan.

Baca juga: Luhut: Pajak Kita Naik Bukan Datang Tiba-tiba dari Batu, Itu Kinerja UMKM

"Meningkatnya tingkat serangan siber di Indonesia dan pelanggaran keamanan besar membuktikan bahwa ancaman keamanan siber semakin canggih dan sulit dideteksi," kata dia dalam siaran pers, Jumat (2/12/2022).

Ia menambahkan, adanya RUU Perlindungan Data Pribadi akan menjaga kepercayaan masyarakat di tengah maraknya informasi mengenai penjualan data pribadi secara ilegal.

Deon menjelaskan, ada beberapa tantangan keamanan siber yang dihadapi perusahaan di Indonesia.

Tantangan itu termasuk kurangnya kesadaran keamanan siber, penegakan hukum untuk perlindungan data pelanggan, dan keterampilan manajemen keamanan siber itu sendiri.

Baca juga: Sandiaga Bidik Nilai Investasi Pariwisata Tembus 8 Miliar Dollar AS


Selain itu, meningkatnya kecanggihan serangan siber dan perangkat lunak berbahaya yang digunakan juga jadi tantangan tersendiri.

Tantangan selanjutnya adalah lemahnya kesadaran akan keamanan siber pada organisasi dan individu.

Tantangan terakhir, masih kurangnya keterampilan terhadap keamanan siber perusahaan, mulai dari pengembang hingga engineer.

"Phishing dan pencurian identitas, ekosistem keamanan yang tidak diungkapkan, dan ketidakmampuan untuk melakukan deteksi dini ancaman akan terus menjadi masalah besar bagi banyak orang di Indonesia dan merupakan masalah yang akan terus berlanjut hingga tahun 2023," imbuh dia.

Lebih lanjut, Deon bilang, industri yang sedang berkembang seperti industri keuangan, fintech, manufaktur, pertambangan, minyak dan gas di Indonesia adalah sektor yang rentan dengan peningkatan serangan siber yang sangat besar.

Baca juga: Aset Kripto Bakal Diawasi OJK dan BI, Indodax: Kami Berharap Cepat Diputuskan

"Membentuk kembali sistem IT dan jaringan akan sangat penting dalam menangkis serangan siber. Tahun ini, lebih banyak perusahaan telah mengkonsolidasikan keamanan mereka di pusat data, cloud, dan lingkungan pengembangan aplikasi," ujar dia.

Selain itu, menurut Deon, semakin banyak perusahaan yang telah beralih ke penggunaan machine learning dan AI untuk mendeteksi, mencegah, dan menanggapi ancaman siber.

Sebagai informasi, setelah undang-undang baru ini diberlakukan, Indonesia akan bergabung dengan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina dalam memiliki undang-undang khusus tentang perlindungan data pribadi.

Baca juga: Sri Mulyani Akui Target Pertumbuhan Ekonomi 2023 Sangat Ambisius

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com