Oleh: Muhrizal Sarwani dan Sumardjo Gatot Irianto*
PRESIDEN Joko Widodo pada saat membuka sesi pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, menekankan dampak negatif krisis pupuk yang dapat memicu krisis lanjutan berupa krisis pangan terutama pada negara-negara berkembang, bahkan krisis pangan dunia.
Langka bahan baku dan pupuk diprediksi dapat memicu anjloknya produksi, bahkan gagal panen di berbagai belahan dunia, utamanya pada 48 negara berkembang yang memiliki tingkat kerawanan pangan tinggi.
Itulah sebabnya, masalah krisis pupuk menjadi bagian dari deklarasi G20.
Situasi krisis pupuk mulai dirasakan sejak akhir 2021 (November-Desember) lalu. Mengutip dari Bisnis.com, pupuk Urea mengalami peningkatan harga mencapai 235,85 persen sepanjang tahun 2021.
Harga pupuk Urea sempat berada di harga 265 dollar AS per ton dan naik menjadi 890 dollar AS per ton pada Desember 2021.
Mengutip data dari Food Export & Fertilizer Restrictions Tracker yang dikembangkan oleh David Laborde (IFPRI, 2022), harga urea menyentuh hampir 1.000 dollar AS per ton, tepatnya 993 dollar AS per ton pada Juli 2022.
Dampak lanjutan dari situasi ini bisa memicu daya beli pupuk oleh petani anjlok, sehingga produksi anjlok dan memicu terjadinya krisis pangan.
Melambungnya harga pangan sejak pandemi Covid-19 ditambah dengan retriksi ekpor pangan oleh beberapa negara penghasil pangan, dapat memicu krisis pangan terutama negara-negara miskin dan sedang berkembang.
Kerusuhan yang terjadi di Sri Lanka merupakan contoh faktual terjadinya krisis pupuk yang berdampak terhadap terjadinya krisis pangan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.