Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eric Hemawan
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia

Staf Pengajar STIAMI Jakarta

Taktik Pangan Akhir Tahun

Kompas.com - 20/12/2022, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BADAN Logistik (Bulog) sedang memeriksa stok beras untuk kebutuhan dalam negeri. Kewaspadaan ini karena harga pasaran naik dan serapan beras tidak maksimal.

Diperparah lagi, kondisi ini bersamaan dengan bencana di beberapa daerah yang merusak tatanan sosial dan ketahanan ekonomi masyarakat.

Wilayah bencana tersebut dianggap sebagai daerah subur penghasil pangan produktif seperti Cianjur, Garut, dan Lumajang.

Akhirnya disetujui impor 200.000 ton beras untuk menyeimbangkan lonjakan harga pasar.

Kebijakan ini sebenarnya memiliki kekurangan karena hampir setiap tahun kita selalu memiliki masalah yang sama.

Saat ini cadangan beras pemerintah sebanyak 1,2 juta ton. Tidak akan mujarab jika simpul masalah kenaikan harga justru dipicu banyak faktor seperti kenaikan BBM.

Lagi pula beras bukan satu-satunya bahan pangan. Kebijakan impor memunculkan stigma bahwa pemerintah gagal dalam menyeimbangkan pasokan.

Di sisi lain, lemahnya peran Bulog meningkatkan pengadaan gabah atau beras dari petani domestik untuk memperkuat cadangan beras pemerintah (CBP).

Agenda operasi pasar bernama Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) harus digalakkan kembali.

Hitungan pada Agustus dan September 2022 lalu, serapan CBP masing-masing sebesar 214.912 ton dan 189.059 ton atau rerata 201.985 ton per bulan.

Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi tahun ini diperkirakan mencapai 55,67 juta ton gabah kering giling (GKG). Bila perkiraan BPS tersebut tepat, maka akan ada peningkatan sebesar 1,25 juta ton GKG.

Jika asumsi itu lurus dengan kenyataan, dengan mengacu pada teori stabilitas harga dan pasokan dalam menjaga stabilisasi harga gabah/beras di tingkat petani, maka harga Pembelian Pemerintah (HPP) harusnya akan lebih efektif.

Kalau demikian, maka penetrasi Bulog pada pasar justru akan menaikkan harga jual beras.

Swasembada rapuh

Akhir tahun permintaan pasar akan melonjak. Lebih lagi persoalan bencana di beberapa titik tanah air akan memicu konsumsi beras cukup tinggi.

Padahal, daerah terkena musibah merupakan wilayah yang cukup produktif sebagai penghasil pangan. Bencana pada wilayah pertanian produktif mengakibatkan angka kemiskinan bisa bertambah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com