Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Gatot Rahardjo
Pengamat Penerbangan

Pengamat penerbangan dan Analis independen bisnis penerbangan nasional

Mengapa Pesawat China Datang (Lagi) ke Indonesia?

Kompas.com - 29/12/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Gambarannya begini. Pesawat ini mempunyai daya jelajah hingga sekitar 3.000 km. Maka dia bisa terbang langsung dari Jakarta menuju Banda Aceh, Jakarta ke Kupang, atau Jakarta ke Tarakan. Rute-rute itu pasarnya tidak terlalu besar.

Jika diterbangi dengan B737 NG atau A320, tingkat keterisian penumpang (load factor) mungkin hanya 40-50 persen. Tapi kalau memakai kelas ARJ 21, load factor-nya mungkin saja bisa menjadi 80-90 persen.

Begitu juga untuk ke rute-rute padat seperti Jakarta- Surabaya atau Jakarta – Medan, misalnya saja pasarnya 700 penumpang.

Dia akan efisien jika diterbangi dengan 3 -4 kali pesawat B7373NG atau A320. Akan tersisa 70-100 penumpang yang tidak akan terangkut karena load factor-nya hanya akan mencapai 50 persen.

Namun jumlah penumpang ini akan dapat diangkut secara efisien oleh kelas ARJ 21 karena kapasitasnya pas sehingga load factor-nya bisa mencapai 80-100 persen dan menguntungkan.

Semakin tinggi load factor, semakin menguntungkan bagi maskapai. Load factor yang tinggi dengan biaya operasional yang lebih rendah, bisa memengaruhi kebijakan maskapai untuk menurunkan harga tiket.

Itulah alasan secara teori, kenapa pesawat sekelas ARJ 21 ternyata juga diperhitungkan dan bahkan banyak pabrik pesawat besar yang memproduksinya.

Boeing pernah memproduksi B737-500 yang sampai sekarang masih dioperasikan, salah satunya oleh Sriwijaya Air Group.

Airbus punya pesawat kelas A220. Rusia memproduksi Sukhoi Super Jet 100. Indonesia melalui PTDI juga pernah menggagas pembuatan pesawat N2130.

Bagaimana masa depannya?

Terkait ARJ 21, sebenarnya TransNusa bukan maskapai pertama di Indonesia yang mengincar untuk mengoperasikannya.

Pada tahun 2012, maskapai Merpati Nusantara sebenarnya sudah menandatangani MoU untuk mendatangkan 40 pesawat ini. Sayangnya Merpati keburu bangkrut.

TransNusa rencananya akan mendatangkan 30 pesawat ini secara bertahap. Setelah satu pesawat yang sampai kemarin, satu pesawat lagi saat ini sudah siap untuk dikirim ke Indonesia.

Menurut salah satu pemilik TransNusa Leo Budiman, saat ini sudah dipikirkan untuk membuat bengkel perawatan (MRO) dan sekolah pilot untuk pesawat jenis ini sambil menunggu semua pesawat sudah terkirim. Jika demikian, maka akan menambah semarak bisnis penerbangan di tanah air.

Tentu saja semua itu juga perlu dukungan dari semua stakeholder penerbangan nasional. Misalnya terkait slot penerbangan, inspeksi kelaikudaraan dan sebagainya.

Mengingat saat ini jumlah pesawat di Indonesia berkurang dampak pandemi Covid-19, sementara jumlah permintaan penumpang pesawat semakin tinggi.

Sebaiknya semua proses tersebut bisa dipercepat, namun tentu saja tetap tidak boleh melanggar aturan yang berlaku.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com