Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani: Bukan RI yang Situasinya Tidak Baik-baik Saja, tapi AS dan Eropa

Kompas.com - 03/02/2023, 18:02 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah lembaga internasional memproyeksi ekonomi dunia melanjutkan pelemahan pada 2023, bahkan ada risiko terjadinya resesi global. Hal ini dikarenakan banyak negara yang ekonominya melemah, terutama seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, saat ini kondisi ekonomi AS dan Eropa sedang tidak baik-baik saja. Kedua wilayah dengan perekonomian yang besar itu tengah sulit usai tertekan pandemi dan konflik geopolitik.

"Bahkan Inggris yang selama ini dianggap sebagai negara kuat, situasi ekonominya sedang tidak baik-baik saja," ujar ujarnya saat dalam Kuliah Umum: Kondisi Ekonomi dan Fiskal Indonesia di Tahun Politik, Jumat (3/1/2023).

Baca juga: Sri Mulyani Diisukan Masuk Bursa Gubernur BI, Indef: Emang Mau?

Ia menuturkan, tingginya harga komoditas energi dan pangan membuat terjadinya lonjakan inflasi di seluruh negara, termasuk AS yang sempat mencapai 9,1 persen dan Eropa yang pernah mencapai 10,6 persen.

Alhasil, bank-bank sentral berupaya menekan lonjakan inflasi dengan menaikkan suku bunga. Bank sentral AS telah menaikkan suku bunga 450 basis poin ke kisaran 4,5–4,75 persen.

Sementara bank sentral Eropa kini suku bunganya berada di level 3 persen, terus naik dari biasanya di level nol persen. Tren kenaikan suku bunga tersebut pada akhirnya melemahkan perekonomian AS dan Eropa.

Baca juga: Sri Mulyani: Ekonomi Global Diprakirakan Akan Tumbuh Lebih Lambat akibat Resesi di AS dan Eropa


Menurut Sri Mulyani, kondisi AS dan Eropa berbeda dengan Indonesia, di mana pandemi mampu terkendali dan laju inflasi cukup moderat yakni 5,51 persen pada 2022. Tercermin pula dari pertumbuhan ekonomi di tiga kuartal 2022 yang tumbuh di kisaran 5 persen.

"Jadi kalau tadi disebutkan Indonesia situasinya tidak baik-baik saja, mungkin saya koreksi, yang tidak baik-baik aja di sana (AS dan Eropa)," kata dia.

Ia mengungkapkan, lonjakan inflasi saat ini memang menjadi permasalahan di seluruh dunia. Permintaan (demand) yang tinggi setelah terkendalinya pandemi secara global, ternyata tak mampu mengimbangi ketersediaan pasokan (supply).

Baca juga: Masuk Bursa Calon Gubernur BI, Sri Mulyani: Kami Fokus Mengerjakan Apa yang Ada

Ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan itu membuat terjadinya kenaikan harga-harga. Kenaikan ini diperparah dampak perang Rusia-Ukraina yang menggangu rantai pasok global.

"Makanya, perang geopolitik di Ukraina, menimbulkan rambatan dalam bentuk krisis energi dan pangan, pengaruhnya ke seluruh dunia, harga-harga naik, memperburuk inflasi yang sudah naik akibat disrupsi pasca-pandemi," jelasnya.

Sri Mulyani pun mengatakan, komplikasi persoalan ekonomi global tersebut harus dihadapi oleh seluruh negara, tak terkecuali Indonesia. Oleh sebab itu, ia memastikan, pemerintah bakal terus mewaspadai perkembangan global ke depannya.

"Untuk Indonesia kita terus mewaspadai perkembangan pasca-pandemi tersebut. PPKM sudah disetop dan kita mulai hidup baru, imunitas masyarakat akan tetap dimonitor secara baik karena kita tetap harus waspada," tutupnya.

Baca juga: Sri Mulyani Bantah Anggaran Penanganan Kemiskinan Rp 500 Triliun Habis untuk Studi Banding dan Rapat

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com