Terlebih lagi, hari ini sawit telah menjadi salah satu komoditas unggulan Indonesia di kancah regional dan global.
Harapannya, ada aturan teknis lebih lanjut sehingga upaya-upaya untuk meningkatkan produktifitas petani sawit bisa segera dicarikan bentuk teknis operasionalnya, baik oleh pemerintah pusat, daerah, maupun pemangku kepentingan lainnya.
Dari data yang ada, hingga hari ini, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah lebih dari 14 juta hektar, terluas di dunia. Sementara itu, produksi minyak sawit kasar (CPO) tercatat lebih dari 40 juta ton setiap tahun.
Dengan demikian, Indonesia juga menjadi penghasil CPO terbanyak sejagat, setingkat di atas Malaysia. Bahkan jika dilakukan perbaikan sistem produksi dengan bibit unggul dan perawatan optimal, produksi CPO diperkirakan masih bisa ditingkatkan.
Untuk itu, sangat bisa dipahami mengapa pemerintah mempertimbangkan untuk tidak lagi memberikan izin konsesi baru perkebunan kelapa sawit ketika itu.
Pasalnya, mendorong perbaikan pengelolaan kebun kelapa sawit petani lokal skala kecil lewat peningkatan kualitas bibit dan peremajaan yang tepat akan jauh lebih baik ketimbang mengorbankan lahan-lahan yang seharusnya bisa dijadikan jantung dan paru-paru dunia (lahan konservasi) untuk para pemodal yang selama ini terkesan sangat kapitalistik dalam memperlakukan bisnis sawit.
Selama ini, pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit kerap melakukan sistem lama, yakni dengan pembakaran. Konsekuensinya, kepulan asap sering terjadi dan menyesakkan nafas.
Asap yang dihasilkan sarat dengan kandungan sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx). Kedua senyawa ini kemudian bisa menetaskan hujan asam yang sangat berbahaya bagi tanaman pangan.
Dari sisi yang lain, kondisi ini tentu bisa pula menjadi ancaman bagi kebijakan penguatan kedaulatan pangan ke depannya.
Moratorium yang pernah diberlakukan diharapkandapat menghentikan praktik pembakaran lahan yang merusak lingkungan hidup.
Pembakaran lahan sesungguhnya menunjukkan kualitas peradaban pemilik modal semakin menurun dalam merawat lingkungan yang mengakibatkan bumi tidak lagi menjadi rumah yang nyaman.
Pembakaran hutan sama artinya melenyapkan keanekaragaman yang menjadi sumber pangan bagi umat manusia di masa datang.
Selama ini, pembukaan lahan untuk ekspansi sawit di daerah gambut dengan jalan pembakaran acap menuai bencana asap.
Penyemprotan di permukaan hamparan hingga penyuntikan ke dalam lahan gambut dengan air bertekanan tinggi tidak membuat asap berhenti mengepul. Konon kian masifnya pembakaran lahan telah menuai efek pemanasan global yang menetaskan perubahan iklim.
Fenomena ini telah memengaruhi curah hujan dan peningkatan suhu udara. Hingga hari ini, suhu bumi sudah meningkat sekitar 1,5 derajat Celsius dibandingkan dengan seabad silam.
Bumi telah memperlihatkan perubahan iklim secara dramatis. Musim cenderung tidak stabil yang memunculkan cuaca ekstrem berupa badai El Nino.
Dampaknya sudah mulai tampak di sektor pertanian. Gagal panen sudah kerap menghampiri petani dan memengaruhi sumber pangan keluarga yang berbuah gizi buruk di tengah.
Penurunan produktivitas lahan pertanian pangan di sentra sawit tidak terhindarkan. Defisit dan gejolak pangan sudah terjadi akibat gangguan siklus air di musim kemarau panjang yang mengakibatkan pergeseran waktu, musim dan pola tanam.
Sebagian besar petani hanya bisa pasrah atas dampak buruk kekeringan panjang yang terjadi di sentra-sentra pertanian. Sawah yang sudah ditanami padi menjadi makin kering, dengan lumpur mengeras dan pecah-pecah.
Pendek kata, perlawanan terhadap Uni Eropa tetap perlu digelorakan. Kesepahaman harus terus digapai agar Uni Eropa membuka mata bahwa dalam perspektif lain, sawit adalah komoditas yang mampu menekan angka kemiskinan di Indonesia di satu sisi dan mampu memberikan produk alternatif yang lebih murah dibanding minyak sayur besutan Eropa di sisi lain.
Namun pemerintah harus dengan segala daya dan upaya mengeliminasi praktik-praktik nonsustainable dari perkebunan sawit, menerapkan standar tinggi dan etika bisnis yang pro lingkungan di industri sawit, serta mulai menyeimbangkan prioritas antara probisnis perkebunan sawit dan propertanian sawit rakyat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.