Hal ini bukan tanpa alasan. Situasi penuh ketidakpastian memaksa pengusaha memperhatikan hal ini terlebih dahulu.
Investasi dalam batas kemampuan seseorang adalah pilihan yang lebih disukai bagi pengusaha karena informasi tentang kerugian investasi lebih mudah diakses dan berada dalam kendali pengusaha (Dew dkk, 2009).
Sebaliknya informasi tentang keuntungan dari investasi kewirausahaan bersifat tidak pasti, tidak dapat diandalkan dan di luar kendali pengusaha.
Maka perilaku affordable loss sejalan dengan logika bahwa pengusaha yang efektif berusaha untuk memengaruhi atau menciptakan masa depan daripada memprediksinya (Sarasvathy dan Dew, 2003).
Memang penerapan affordable loss adalah bagian dari kognisi pengusaha yang telah ahli dan berpengalaman daripada pengusaha pemula. Dengan akumulasi pengalaman dan pengetahuan, mereka berpikir secara berbeda.
Pengusaha pemula biasanya belum memiliki konsistensi logis ke dalam tindakan mereka daripada pengusaha yang berpengalaman.
Penerapan affordable loss terkait positif dengan kecepatan perusahaan baru ketika mengembangkan tingkat inovasi yang lebih tinggi (Garonne dan Davisson, 2010).
Selanjutnya, Fisher mengemukakan kendala sumber daya sebagai sumber perilaku affordable loss.
Sejumlah penelitian empiris menunjukkan tidak ada hubungan antara affordable loss dan kinerja usaha baru yang lebih tinggi.
Mendukung hal tersebut Read dkk (2009) dan Smolka dkk (2016) juga menemukan, bahwa perilaku affordable loss berhubungan negatif dengan kinerja usaha.
Penjelasannya adalah bahwa komitmen sumber daya diperlukan untuk kinerja usaha (George 2005; Wiklund dan Shepherd 2003).
Jadi, berfokus pada meminimalkan potensi kerugian berdampak buruk bagi kinerja.
Roach dkk. (2016) menemukan hubungan yang kontradiktif antara affordable loss dan kinerja perusahaan, meskipun tidak memprediksi inovasi produk atau jasa.
Singkat kata, walau perilaku affordable loss tidak selalu didukung karena dianggap tidak berdampak positif terhadap kinerja usaha dalam situasi yang dianggap stabil, namun situasi dua tahun pandemi yang sarat ketidakpastian, memperlihatkan perilaku tersebut yang justru menopang pengusaha untuk bertahan.
Dibutuhkan daya juang yang tinggi dan perilaku rela berkorban agar usaha dapat bertahan hingga kini.
Dua tahun krisis karena pandemi telah memberikan pengalaman “mahal” tentang perlunya perilaku rela menanggung kerugian sampai batas tertentu. Kepahitan yang perlahan berbuah manis.
*Dosen Tetap Program Studi Sarjana Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara, Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.