Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Ditunggu "Pertobatan" Massal Pegawai Pajak

Kompas.com - 27/02/2023, 19:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Spill Over Media Sosial

Ulah tengil Mario yang berujung kepada terkuaknya harta jumbo yang dimiliki sang ayah, dipersepsi negatif oleh publik. Kasus yang menimpa Rafael Alun Trisambodo hanyalah ulangan kasus-kasus yang melibatkan pegawai pajak sebelumnya yang terus bermunculan, dikecam, menghilang sebentar, dan muncul kembali lewat pelakon-pelakon lain.

Media sosial terus menggaungkan perilaku “sultan” keluarga pegawai pajak, sementara rakyat ditekan habis untuk taat membayar pajak demi kelangsungan pembangunan. Ketika rakyat menggugat kelangsungan pembangunan yang mana yang disasar maka kini aktivis media sosial menemukan bahan pembenar. Bahwa kelangsungan pembangunan tersebut ternyata untuk keluarga pegawai pajak.

Celoteh, umpatan, dan kalimat-kalimat sarkasme serta satir kini terus bergema di media sosial. Efek spill over media sosial begitu dasyatnya dan men-judge keluarga besar Direktorat Jenderal Pajak adalah sarang mafia yang berseragam dengan tunggangan Moge dan Rubicon.

James Druckman, pakar politik dari Universitas Minnesota, Amerika Serikat, yang menjadi motor teori efek spill over menyebut bahwa paparan dan limpahan informasi yang diterima khalayak akan memotivasi mereka untuk mengambil sikap dan tindakan. Suatu konten di media sosial secara tidak langsung begitu memengaruhi persepsi khalayak.

Saya khawatir apa yang bergema di media sosial dan terus direpetisi bahkan tanpa komando sekalipun masif menyebar ke berbagai linimasa hingga sampai ke obrolan di warung-warung kopi, begitu memengaruhi kesadaran publik untuk membayar pajak. Apa yang dikhawatirkan sosiolog Manuel Castells yang juga mantan Menteri Perguruan Tinggi Spanyol bahwa obrolan, gosip, pembicaraan yang terjadi di masyarakat jaringan menjadi penanda bahwa masyarakat kita terhubung satu dengan yang lainnya dengan begitu mudah.

Baca juga: Klub Moge Dirjen Pajak Jadi Sorotan, Berapa Harga Motornya?

Selain karena tersusun secara struktur sosial, masyarakat juga merupakan manifestasi perubahan zaman, yakni salah satunya karena transformasi teknologi. Masyarakat jaringan atau network society yang dipopulerkan Manuel Castells mencirikan kemajuan teknologi terutama informasi tanpa batas mempermudah kehidupan manusia ke arah yang lebih berdaya.

Sumber kekuatan besar terutama yang berasal dari suara publik yang tercermin dari media sosial serta pemberitaan media yang begitu masif akan sangat memengaruhi pendapat publik. Jika sudah termobilisasikan hak-hak publik melalui gerakan sosial, maka kasus-kasus yang menjerat pegawai Ditjen Pajak berpotensi menimbulkan turbulensi komunikasi yang begitu dasyat : crisis of public relations.

Publik memiliki rasa distrust terhadap Direktorat Jenderal Pajak. Lebih parahnya lagi, publik ogah bayar pajak selama orang-orang seperti Rafael Alun Trisambodo bercokol di dalamnya dan keluarga-keluarga pegawai Pajak masih mempertontonkan “ketengilan” dalam unjuk gigi harta berlimpah yang dikoleksinya.

Rumah pegawai Pajak golongan III A, Gayus Tambunan di Gading Park View Bok ZE 6 No 1, Jakarta Utara, Kamis (25/3/2010). Nama Gayus mencuat setelah mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji menyebutnya terlibat dalam rekayasa pajak sebesar Rp 25 Milliar. KOMPAS IMAGES/DHONI SETIAWAN Rumah pegawai Pajak golongan III A, Gayus Tambunan di Gading Park View Bok ZE 6 No 1, Jakarta Utara, Kamis (25/3/2010). Nama Gayus mencuat setelah mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji menyebutnya terlibat dalam rekayasa pajak sebesar Rp 25 Milliar.
Bubarkan Klub Motor Orang Pajak

Entah pegawai-pegawai Ditjen Pajak atau bahkan pimpinannya, Dirjen Pajak Setyo Utomo, memang sudah “putus” urat syaraf malunya atau mereka tidak paham dengan crisis of public relations sehingga jejak digital klub motor di media sosial masih terlacak. Efek spill over di media sosial begitu berjalan dengan sempurna sehingga foto-foto lama Dirjen Pajak, Setyo Utomo, mengendarai Moge bersama jajarannya tersebar di media sosial.

Publik semakin muak dan membenarkan tuduhan miring kelakuan orang-orang Ditjen Pajak. Publik paham dengan tunjangan dan gaji yang dimiliki seorang Ditjen Pajak bisa beli Moge dengan halal.

Akan tetapi kewajaran dari kacamata orang Ditjen Pajak tentu tidak linear dengan kacamata publik yang kadung “membenci” perilaku kemewahan pegawai Ditjen Pajak selama ini. Kacamata publik terlanjur buram melihat perilaku pegawai-pegawai Ditjen Pajak seperti Rafael Alun Trisambodo, Gayus Tambunan, Bahasyim Asshifie, Dhana Widyatmika, Angin Prayitno Aji, Wawan Ridwan, atau pegawai-pegawai lain yang belum ketahuan belangnya.

Pembubaran klub motor pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang juga diikuti Dirjen Pajak Setyo Utomo, yang Belasting Rijder, oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani per 27 Ferbruari 2023 meruipakan langkah tepat sekaligus “tamparan” untuk Dirjen Pajak. Klub motor Belasting Rijder yang ada di hampir setiap kantor pajak di seluruh penjuru Tanah Air seakan menjadi etalase kemewahan pegawai Ditjen Pajak kepada publik.

Secara kepantasan dan kepatutan, sepertinya sangat tidak pantas keberadaan klub motor ini dipunggawai para pegawai pajak.

Crisis of Public Relations di Ditjen Pajak

Saya jadi teringat dengan pengalaman saya saat dipercaya menjadi staf ahli bidang komunikasi sebuah institusi besar usai kepalanya dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus rasuah dan asmara terlarang. Sebelum kasus sang Kepala terkuak, para pegawainya seakan berlomba memasang foto di identitas gadget dengan kemewahan harta yang dimilikinya.

Kepala dan para anak buannya selama itu sudah terbiasa dengan “main -main” dan pat gulipat. Kepemilikian Moge atau Rubicon dipandang sebagai puncak pencapaian karier yang harus diketahui publik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com