Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PRT Kebingungan, Pemda Tak Punya Data, UU PPRT Jadi Solusinya…

Kompas.com - 29/03/2023, 20:40 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Karena tidak ada bukti kasat mata, dia berpendapat, perjanjian kerja secara lisan lebih rentan dilanggar baik itu oleh pemberi kerja maupun penerima kerja.

Sementara, SPRT Tunas Mulia mendapati sebagaian besar PRT di DIY masih terikat dalam perjanjian tak tertulis.

Baca juga: 32 Persen Pekerja Migran Indonesia Adalah Pembantu Rumah Tangga

“Belum lama ini juga ada PRT yang dipecat secara sepihak oleh majikannya setelah bekerja 16 tahun. Karena tidak ada perjanjian kerja, ya akhirnya susah. Sementara, ketika kami minta tolong ke Dinas Provinisi, dijawabnya ini tidak diatur dalam UU Cipta Kerja,” jelas perempuan yang sudah menjadi PRT sejak 1992 di kala usianya baru 15 itu.

Jumiyem yakin nasib miris dialami pula oleh para PRT di daerah-daerah lain. Kondisi di luar DIY, kata dia, malah bisa jadi lebih parah karena kurangnya kepedulian pemerintah daerah dan belum terbentuknya serikat PRT.

PRT kebingungan mengadu ke mana

Benar saja, upah rendah, tanggung jawab berlapis, jam kerja tak pasti, dan sederet masalah lain juga melilit tubuh para PRT di daerah lain. Setidaknya itu yang dialami Wati (42) dan Ina (39) di Kabupaten Banjarnegara, Jateng.

Wati mengaku tak memiliki perjanjian kerja secara tertulis dengan majikannya.

Dalam perjanjian secara lisan, dia pun bercerita, pada mulanya disepakati dirinya bisa pulang pada pukul 15.00 WIB setelah bekerja mulai pukul 06.00 WIB. Tetapi realitanya, Wati lebih sering baru bisa pulang pukul 17.00 WIB lebih.

Meski bekerja lembur, dia tak pernah mendapatkan upah tambahan. Dalam sebulan, Wati diberi upah Rp 900.000. Jumlah ini tidak tidak lebih dari setengah dari besaran UMK di Banjarnegara yang terendah di Jateng, yakni senilai Rp 1.958.169,69.

Sementara itu, dalam praktiknya, Wati sehari-hari bukan hanya diminta untuk mengurus pekerjaan rumah sesuai dengan kesepakatan awal, melainkan membantu juga si pemberi kerja memproduksi makanan dagangan.

Nasib miris tak jauh beda dialami oleh Ina. Dia malah mesti tiba di rumah pemberi kerja lebih pagi pada pukul 05.00 WIB untuk menyiapkan makanan dan berbagai hal lain sebelum majikan bekerja dan anaknya berangkat sekolah. Sementara, Ina seringkali baru bisa pulang jelang magrib.

Halaman Selanjutnya
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com