Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munir Sara
Tenaga Ahli Anggota DPR RI

Menyelesaiakan Pendidikan S2 dengan konsentrasi kebijakan publik dan saat ini bekerja sebagai tenaga Ahli Anggota DPR RI Komisi XI

Berbagai Kasus "Fraud" Membahayakan Ekonomi Indonesia

Kompas.com - 10/04/2023, 14:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDUSTRI keuangan dan sektor fiskal merupakan dua elan vital yang memainkan peran sentral dalam ekonomi dan pembangunan. Karena itu, berbagai skandal dan kejahatan yang mendera dua sektor ekonomi ini memantik khawatir.

Berbagai kasus fraud atau penipuan terjadi di Tanah Air sepanjang tahun 2021-2022. Kini sektor fiskal kita diterpa skandal. Indikasi fraud yang terjadi dalam tubuh institusi pajak benar-benar menguras emosi publik sepanjang Maret 2023.

Kerugian yang ditimbulkan fraud di sektor jasa keuangan sejak tahun 2018-2022 mencapai Rp 123,51 triliun (sumber: Satgas Investasi Bodong-OJK). Sepanjang tahun 2022 ada 97 kasus investasi bodong/illegal, 619 kasus pinjol (pinjaman online) illegal, dan 62 kasus gadai ilegal.

Baca juga: Sri Mulyani Terima 185 Pengaduan Fraud PNS Kemenkeu Sepanjang 2022

Berdasarkan rilis Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) bertajuk Asia-Pacific Occupational Fraud 2022: A Report to the Nations, Indonesia berada di peringkat ke-4 sebagai negara dengan jumlah fraud di tahun 2022, tercatat sebanyak 23 kasus. Fraud terbesar di Indonesia adalah korupsi (64 persen), penyalahgunaan aktiva/kekayaan negara & perusahaan (28,9 persen), dan fraud laporan keuangan (6,7 persen).

Fraud dengan skala besar terjadi di PT Asabri dengan kerugian negara menurut BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebesar Rp 22,78 triliun, PT Jiwasraya Rp 16,81 triliun, dan terbaru fraud di PT Indosurya Inti Finance yang menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebabkan kerugian nasabah Rp 106 triliun.

Pasca reformasi, setelah skandal Bank Century, inilah fraud di sektor jasa keuangan paling mencengangkan. Skandal Century "diobati" dengan bailout Rp 6,7 triliun, sementara Jiwasraya, "disembuhkan" dengan bail in Rp 22 triliun dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).

Tentu saja berbagai skandal dalam institusi keuangan tersebut berimbas pada rakyat. Lagi-lagi, APBN yang ketiban beban untuk skema penyelamatan bailout/bail-in terhadap kerugian yang ditimbulkan dari kasus-kasus fraud.

Anggaran yang semestinya dipakai untuk menyejahterakan rakyat, malah digunakan untuk menyelamatkan lembaga keuangan yang tertimpa fraud.

Industri Keuangan 

Sektor jasa keuangan adalah jalur peredaran uang ke dalam ekonomi. Selain sebagai variabel moneter, dalam jangka pendek, peredaran uang menjadi salah satu pendukung penting pertumbuhan ekonomi.

Peredaran uang merefleksikan terjadinya transaksi dan aktivitas output serta pertumbuhan ekonomi sebagai resultannya. Bila inklusi di sektor keuangan semakin dalam, menandakan pendanaan kegiatan ekonomi berjalan baik. Sebaliknya, masih dangkalnya inklusi keuangan, menandakan pendanaan kegiatan ekonomi belum menggeliat karena sumber pembiayaan yang terbatas.

Berbagai kasus fraud yang terjadi merupakan batu sandungan dalam mencapai pendalaman sektor keuangan, sebagai sumur pembiayaan kegiatan ekonomi. Inklusi yang masih dangkal, literasi yang rendah, serta seringnya terjadi fraud dalam industri keuangan nasional adalah pemantik terganggunya stabilitas dalam ekosistem industri keuangan sebagai darahnya ekonomi (the blood of economy).

Karena itu, industri jasa keuangan dan tata kelolanya perlu dijaga agar tetap sehat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal yang dikapitalisasi dalam industri keuangan adalah public trust. Inilah modal utama industri keuangan.

Hal yang dijual ke publik adalah citra dan kepercayaan. Dengan modal inilah dana publik dihimpun dan disalurkan ke dalam ekonomi (intermediary functions of distribution).

Karena itu penting untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dari gangguan fraud di tengah kondisi ketidakpastian global. Saat ini, kondisi ketidakpastian global belum berakhir. Inflasi global masih tinggi, seturut suku bunga global yang masih berada dalam tren kenaikan. Hal tersebut tercermin dari data inflasi di beberapa negara ekonomi utama.

Baca juga: Polemik Rp 349 Triliun, Mahfud, Sri Mulyani, dan Kepala PPATK Bakal Bertemu di DPR besok

Amerika Serikat misalnya, inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) pada Februari 2023 masih 6 persen (yoy). Meskipun turun dari bulan sebelumnya 6,4 persen, namun inflasi aktual ini masih jauh dari sasaran inflasi 2 persen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com