Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Minta RUU Perampasan Aset Segera Dibahas

Kompas.com - 11/04/2023, 17:57 WIB
Nur Jamal Shaid

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana dapat segera dibahas pemerintah dan DPR. Terlebih RUU tersebut telah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2023.

Ma'ruf mengatakan, salah satu urgensi adanya RUU Perampasan Aset untuk mengoptimalkan pemulihan keuangan negara dari suatu tindak pidana.

Misalnya, perampasan aset yang didapat dengan cara yang tidak sah atau terdapat unsur korupsi, maka aset tersebut dapat dirampas/diambil sehingga uang negara kembali lagi ke negara.

Baca juga: Menkop UKM Targetkan 10 Juta UMKM Sudah Miliki NIB hingga Akhir 2023

Kemudian, Wapres meminta aset yang dikumpulkan dari perampasan aset dikelola dengan baik. "Jadi untuk kepentingan negara," ujar Ma'ruf dalam keterangan pers di Kalimantan Selatan, Selasa (11/4).

Lebih lanjut, Wapres berharap semua pihak dapat memahami pentingnya RUU Perampasan Aset. Sehingga nantinya diharapkan pihak yang belum setuju menjadi setuju dengan adanya RUU Perampasan Aset.

"Pemerintah akan meminta dan mendorong supaya pihak pihak yang belum bersetuju, supaya bisa memahami bahwa ini bukan untuk kepentingan siapa siapa, hasilnya untuk rakyat," jelas Ma'ruf.

Baca juga: KAI Buka Lowongan Kerja Penerjemah untuk Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Sebelumnya, Direktur Hukum dan Regulasi PPATK Fithriadi Muslim menyampaikan, kementerian/lembaga telah membahas naskah akademik dan draf RUU Perampasan Aset. Secara umum kementerian/lembaga telah menyetujui pembahasan RUU tersebut.

Sebelum diterbitkan surat presiden untuk disampaikan ke DPR, terlebih dahulu enam pimpinan kementerian/lembaga memberikan paraf persetujuan. Yakni Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM, Menteri Hukum dan HAM, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Menteri Keuangan, Jaksa Agung, dan Kapolri.

Diharapkan, pengiriman surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset dapat segera dikirim pada masa penutupan masa sidang ini.

Baca juga: Sri Mulyani Sebut 186 Surat yang Dikirim PPATK Sudah Ditindaklanjuti, 193 Pegawai Dikenakan Hukuman

"Kita berharap di pembukaan masa sidang berikutnya sudah dibacakan (surpresnya di DPR)," ucap Fithriadi kepada Kontan.co.id, Senin (3/4).

Fithriadi mengatakan sejumlah poin yang disepakati dalam RUU Perampasan Aset. Pertama, terkait lembaga pengelola aset rampasan. Disepakati pengelolaan aset diserahkan ke Kejaksaan Agung karena telah memiliki Pusat Pemulihan Aset (PPA).

Kemudian, RUU Perampasan Aset mengatur konsep perampasan aset secara non-conviction bassed asset forfeiture. RUU tersebut akan mengatur konsep pembuktian terbalik (illicit enrichment). Hal itu akan diatur dengan syarat dan mekanisme yang ketat agar tidak ada penegak hukum yang abuse.

Baca juga: Drama Pelarangan KRL Impor

"Semua mekanisme yang fair, dibawa ke pengadilan, semua punya kesempatan untuk mengajukan klaim, dalil-dalil untuk menunjukkan kepemilikan yang sah atas aset tersebut," terang Fithriadi.

Selain itu, RUU Perampasan Aset juga dapat membantu tugas dan fungsi PPATK dalam rezim anti pencucian uang. Sebab, terkadang PPATK hanya menemukan asetnya dan tidak menemukan pemilik aset tersebut.

"Misalnya untuk kasus judi online, orangnya ngga muncul, asetnya berhasil kita bekukan," ujar Fithriadi. (Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo).

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Masuk Prolegnas Prioritas Tahun Ini, Wapres Minta RUU Perampasan Aset Segera Dibahas"

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com