Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Minta Mahfud MD dan Sri Mulyani Samakan Cara Klasifikasi Transaksi Janggal Rp 349 Triliun

Kompas.com - 11/04/2023, 18:40 WIB
Rully R. Ramli,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI meminta kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati untuk menyamakan cara penyajian atau klasifikasi data terkait transaksi agregat berkaitan dugaan TPPU senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Menko Polhukam dan Menkeu memang sudah memastikan, sumber data yang digunakan terkait transaksi janggal Rp 349 triliun sama, yakni berasal dari PPATK. Namun, dalam penyajiannya memang terdapat perbedaan.

"Datanya sama, karena sumbernya sama. Memang itu tidak pernah ada yang mempermasalahkan bahwa itu berbeda, karena memang sumbernya sama," ujar Anggota Komisi III DPR Fraksi NasDem, Taufik Basari, dalam rapat kerja bersama Komite KNPP TPPU, Selasa (11/4/2023).

Akan tetapi, Taufik menilai, apabila dalam penyajian atau klasifikasi data tersebut terdapat perbedaan antara pihak satu dengan lainnya, maka data tersebut dapat dikatakan berbeda.

Baca juga: Sri Mulyani Sebut 186 Surat yang Dikirim PPATK Sudah Ditindaklanjuti, 193 Pegawai Dikenakan Hukuman

"Ketika kategorisasi dan cara penyajian berbeda, kalau menurut saya istilahnya data berebda. Model penyajian A dan model penyajian B berbeda, berarti datanya berbeda," tuturnya.

Oleh karenanya, Ia meminta kepada Menko Polhukam dan Menkeu yang tergabung dalam Komite KNPP TPPU untuk menyamakan cara penyajian nilai total transaksi agregat berkaitan dengan dugaan TPPU itu. Penyamaan cara penyajian data disebut Taufik akan berimplikasi terhadap tindak lanjut temuan dugaan TPPU.

"Karena kita rapat ini kan bicara tindak lanjut. Kalau kategori berbeda dengan cara penyajian berbeda tentu tindak lanjut berbeda," ujarnya.

"Karena itu kami memohon agar kita mendapatkan satu kepastian penyajian dan kategorisasi data, yang ini bisa harus bisa menjadi pegangan kita untuk tindak lanjut," tambahnya.

Senada, Anggota Komisi III DPR Fraksi PAN Sarifuddin Suding meminta kepada Komite KNPP TPPU untuk menyamakan cara penyajian data terkait transaksi periode 2009-2023 itu. Suding bilang, penyamaan data menjadi penting untuk memberikan kejelasan kepada publik.

"Dalam satu komite kok ada dua data yang berebda, Saya kira harus disamakan. Walaupun sumbernya sama, tapi paling tidak ada satu kesamaan supaya masyarakat pun, kita pun juga bisa paham," ucapnya.

Baca juga: Sri Mulyani Tersenyum Saat Anggota DPR Singgung Nasib Bupati Meranti

Dalam gelaran rapat yang sama, Menko Polhukam Mahfud MD kembali memastikan, data yang disampaikan oleh pihaknya dan Menkeu Sri Mulyani terkait laporan transaksi mencurigakan tidak ada yang berbeda. Adapun angka transaksi mencurigakan yang diduga merupakan tindak pidana pencucian uang pun sama, yakni Rp 349 triliun.

Meski demikian, Mahfud MD menyadari bahwa ada saja anggapan perbedaan data di antara keduanya. Perbedaan itu, kata eia, terlihat karena cara klasifikasi dan penyajian data yang tidak sama antara dirinya dan Sri Mulyani.

"Ketua Komite TPPU mencantumkan LHA/LHP yang melibatkan pegawai Kemenkeu baik berupa LHA maupun LHP yang dikirimkan ke Kemenkeu maupun yang dikirimkan ke APH (Aparat Penegak Hukum)," kata dia.

"Sedangkan Kemenkeu hanya mencantumkan LHA LHP yang diterima, tidak mencantumkan LHA LHP yang dikirimkan ke APH terkait pegawai Kemenkeu," sambung Mahfud MD.

Baca juga: Data Sri Mulyani Vs Mahfud MD Kok Berbeda?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com