Di sisi lain, IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Kawasan Asia Pasifik untuk tahun 2023 menjadi 4,6 persen dari sebelumnya 4,3 persen.
IMF melihat pemulihan ekonomi China dan India akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Asia Pasifik secara keseluruhan.
Beralih ke domestik, pertumbuhan ekonomi RI untuk kuartal I - 2023 dilaporkan sebesar 5,03 persen, lebih tinggi dibandingkan konsensus sebesar 4,97 persen.
Kontribusi pertumbuhan ekonomi datang dari tingginya konsumsi masyarakat terutama pada sektor transportasi dan pergudangan.
Selain itu, tingkat inflasi domestik tetap terjaga di level 4,33 persen, meskipun menurun jika dibandingkan periode sebelumnya di 4,97 persen, di tengah tekanan harga komoditas global yang menurun.
Dari kebijakan moneter, Bank Indonesia memutuskan mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate di level 5,75 persen.
BI menilai keputusan tersebut memadai untuk mengarahkan inflasi inti dan inflasi indeks harga konsumen (IHK) terkendali dalam kisaran 3,0±1 persen hingga akhir 2023.
Bursa saham IHSG mencatatkan kenaikan sebesar 1,62 persen sepanjang April. Saham di sektor Properti dan Real Estate memimpin penguatan masing – masing sebesar 1,94 persen dan 1,83 persen.
Penguatan pasar saham bulan April didorong salah satunya dari aliran dana asing yang sepanjang 2022 telah masuk sebesar Rp 13,3 Triliun.
Di tengah kekhawatiran pelemahan ekonomi global terutama dari AS dan Eropa, ekonomi Indonesia diperkirakan masih akan bertumbuh di 2023 di kisaran 5,0 – 5,3 persen.
Kinerja pasar saham di 2023 diproyeksikan akan mendapat dukungan dari sektor seperti konsumsi, perbankan, telekomunikasi dan kesehatan, terutama dengan dimulainya tahun politik di semester kedua tahun ini.
Pergerakan pasar obligasi bulan April cenderung menguat, terlihat dari pergerakan imbal hasil pemerintah RI tenor 10 tahun yang mengalami penurunan sebanyak 4,17 persen menjadi 6,48 persen yang mensinyalkan kenaikan harga.
Penurunan imbal hasil ini antara lain juga didorong oleh investor asing yang melakukan pembelian bersih senilai Rp 3,6 triliun sepanjang bulan April.
Kenaikan minat investor turut didukung oleh nada kebijakan bank sentral Fed mengindikasikan akan mengakhiri fase kenaikan suku bunga melihat tren kenaikan inflasi sudah mulai melandai dan adanya ancaman resesi.
Dengan penurunan imbal hasil yang relatif cukup cepat dalam jangka waktu singkat, hal ini berpotensi memicu aksi profit taking oleh investor.