Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kementan Investigasi Kasus Antraks di Gunungkidul

Kompas.com - 07/07/2023, 15:00 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan penanganan penyakit zoonosis antraks yang ditemukan di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.

Di antaranya dengan upaya mitigasi dan isolasi wilayah, serta menurunkan Tim kesehatan hewan ke lokasi untuk investigasi.

Selain itu, Kementan telah mendistribusikan logistik obat-obatan antibiotik, vitamin, serta cairan disinfektan sebagai perangkat utama dinas setempat dalam penanganan kasus.

Baca juga: Kementan Sebut Wabah PMK Bikin Produksi Susu Segar Anjlok 32 Persen

Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nuryani Zaenudin mengatakan, pihaknya juga langsung melakukan investigasi kasus dengan pengambilan dan pemeriksaan sempel untuk diagnosis serta komunikasi dan advice strategis.

"Termasuk menghentikan lalu lintas keluar dan masuk di lokasi tertular. Sampai saat ini kasus pada ternak dan manusia terlokalisir di satu padukuhan yaitu Dukuh Jati, Desa Candirejo, Kecamatan Semanu," ujar Nuryani dalam siaran resminya, Jumat (7/7/2023).

Nuryani mengatakan, penyuntikan antibiotik sudah dilakukan pada semua hewan yang rentan tertular pada daerah terancam. Kemudian melakukan dekontaminasi dengan disinfektan pada lokasi penyembelihan dan penguburan ternak.

Baca juga: Ditjenbun Kementan Apresiasi Inovasi OPTIMAL-IPB: Pendataan Sawit Rakyat Jadi Lebih Presisi

Adapun vaksin yang telah disuntikan di Gunungkidul mencapai 78 ekor sapi dan 286 ekor kambing.

"Jadi sejak kami terima laporannya pada 15 Juni 2023, kami langsung melakukan sosialisasi dan komunikasi informasi edukasi bersama Dinas Gunungkidul," katanya.

Ditambahkan Nuryani, sejauh ini vaksin operasional yang telah didistribusikan ke Gunungkidul mencapai 96.000 dosis, kemudian melakukan pengambilan sempel sebanyak 5.707 dan stok vaksin yang tersedia saat ini mencapai 110.000 dosis.

Baca juga: Kementan Dorong 6 Strategi Penguatan Perkebunan Nasional

"Kami berharap kepedulian masyarakat terhadap antraks dapat terus meningkat dengan memperkuat surveilans pada area endemik dan terancam. Jadi jika ada kematian mendadak pada hewan masyarakat bisa melakukan pelaporan ke petugas terdekat untuk dilakukan penelusuran," kata dia.

Sementara itu, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner pada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Syamsul Ma'arif mengatakan, penyakit antraks merupakan penyakit zoonosis yang mampu bertahan hingga puluhan tahun apabila hewan ternak yang terpapar tidak dilakukan penanganan yang tepat.

"Sifat bakteri antraks itu sangat berbahaya. Karena itu hewan yang terpapar tidak boleh dibuka. Kalau dibuka bakterinya bisa jadi spora dan bertahan bertahun tahun. Jadi direbus saja tidak aman karena spora bisa bertahan hingga bertahun tahun," katanya.

Baca juga: DPR Tanyakan Kementan soal Urgensi Indonesia Impor Telur Unggas

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi mengatakan, daging sapi yang terkena antraks jika dikonsumsi manusia dapat menyebabkan kematian.

"Dampak ke manusia bila daging antraks tetap dimakan maka akan merusak paru-paru lalu melepuh. Jadi saya menghimbau kepada semua puskesmas di Gunungkidul untuk lebih waspada mengingat spora antraks bisa hinggap di mana-mana. Dan sejauh ini kita sudah melakukan penyidikan terpadu melalui satgas. Kemudian survei terhadap yang berisiko dan pengobatan kepada yang terpapar," jelasnya.

Baca juga: Kementan Tekankan Kemitraan sebagai Upaya Penting Bantu Pekebun Kembangkan Berbagai Komoditas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com