Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Project S TikTok Berpotensi Ancam UMKM, Pemerintah Diminta Antisipasi

Kompas.com - 08/07/2023, 19:00 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyoroti Project S yang tengah digarap platform media sosial asal China yakni TikTok, lantaran berpotensi merugikan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam negeri.

Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mengatakan, fitur baru TikTok itu berbeda dengan yang ada saat ini. Perbedaannya, pada fitur saat ini UMKM Indonesia masih diberikan kesempatan untuk berjualan dengan membagi sedikit komisi penjualan kepada TikTok.

Namun pada fitur baru, UMKM lokal akan dipinggirkan sedangkan pemasarannya menyasar konsumen dalam negeri. Oleh karenanya, fitur ini berpotensi menjadi pintu masuk bagi produk-produk impor dari China yang akan merugikan UMKM dalam negeri.

"Fitur baru TikTok ini berpotensi mengancam produk UMKM Lokal di pasar digital dalam negeri. Karena fitur baru TikTok tersebut hanya memprioritaskan produk UMKM China, maka UMKM Indonesia terpinggirkan," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (8/7/2023).

Baca juga: Tiktok Dikabarkan Siapkan Project S, Jual Produk Sendiri Dikirim dari China

Dia mengungkapkan, besarnya potensi ekonomi digital (e-commerce) di Indonesia mencapai Rp 5.400 triliun per tahun sehingga Indonesia menjadi pasar yang menggiurkan. Inilah yang membuat pihak asing melakukan ekspansi bisnis ke Indonesia.

Namun tanpa aturan yang memihak UMKM lokal, maka Indonesia hanya akan menjadi pasar produk asing. Oleh sebab itu, perlu adanya peran pemerintah untuk membuat aturan yang mampu melindungi UMKM dari serbuan produk-produk impor.

Menurutnya, upaya melindungi UMKM lokal itu salah satunya dapat dilakukan dengan merevisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020. Selain itu, dengan memastikan rencana investasi TikTok di Indonesia memang untuk melindungi para UMKM lokal, bukan menjadi ruang bagi masuknya produk-produk impor.

Baca juga: UMKM Keluhkan Shadowban TikTok, Pemerintah Harus Turun Tangan

Hal ini mengingat adanya komitmen CEO TikTok Shou Zi Chew untuk menginvestasikan miliaran dollar AS di Indonesia dalam 3-5 tahun ke depan. Komitmen ini disampaikan saat bertemu Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada Juni lalu.

"Karena kalau seperti ini (Project S diterapkan di Indonesia), di satu sisi mereka berikan sedikit gula-gula untuk UMKM Indonesia, tapi pada saat yang sama, mereka menggiring konsumen Indonesia secara masif untuk membeli produk buatan China. Ini ironis," jelasnya.

Baca juga: Bikin UMKM Mengeluh, TikTok Buka Suara soal Shadowban dan Lamanya Pencairan Dana

Perlunya regulasi social-commerce

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Rudi Hartono Bangun menyebut, belum adanya batas regulasi yang tepat bagi jual-beli pada aplikasi social-commerce seperti TikTok justru membuka potensi masuk produk-produk impor masuk.

Oleh karenanya, dia menyarankan perlunya regulasi yang mengatur social-commerce sehingga bisa mengatur batasan jual-beli hingga sistem perpajakannya.

"Kalau saya melihat dari sisi bisnisnya, jual-beli mereka (TikTok), yang tidak pas itu ada barang impor dari china, tidak ada batas regulasi," kata Rudi.

Baca juga: Pesan Luhut ke Kreator Konten TikTok: Boleh Politik, tapi Jangan Bikin Ribut

Menurut Rudi, tak menutup kemungkinan untuk DPR mendalami potensi Project S diterapkan di Indonesia, dengan melakukan pemanggilan terhadap Kementerian Perdagangan (Kemendag) maupun pihak TikTok.

Lewat pembahasan berbagai pihak terkait tersebut diharapkan adanya solusi bersama untuk melindungi keberlanjutan bisnis para pelaku UMKM lokal.

"Nanti coba diusulkan, untuk kalau bisa mendorong diadakannya pemanggilan rapat tentang regulasi yang menguntungkan UMKM lokal," tuturnya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com