"Dan barang di beli bisa di antar ke rumah serta barang yang di beli bisa dikembalikan apabila tidak sesuai dengan barang yang diinginkan," ujarnya.
Terakhir, Afdila mengatakan, saat ini memilih untuk berbelanja melalui live shopping dari pada e-commerce mengingat banyaknya penawaran promo dan diskon.
"Mending live shopping soalnya banyak promo dan penjual biasanya sering spill barang saat live," ucap dia.
Baca juga: Ketika Belanja di Social Commerce Akan Dikenakan Pajak…
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, tren belanja melalui live shopping kian diminati lantaran menawarkan pengalaman belanja yang baru yaitu kombinasi deskripsi produk melalui video dan interaksi langsung dengan penjual.
"Jadi calon pembeli diajak untuk mendalami spesifikasi produk, bahkan bisa langsung menanyakan detail dan dijawab langsung oleh si penjual. Ini berbeda ya," kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Selasa (1/8/2023).
Bhima mengatakan, berbelanja produk di e-commerce dan berinteraksi dengan penjual melalui fitur tanya jawab sudah sering dilakukan. Namun, kata dia, para pembeli masih sering salah dalam membeli produk yang mereka inginkan.
Baca juga: Belanja di Social Commerce Akan Dikenakan Pajak, TikTok: Kita Akan Dukung dan Patuh
"Kalau di live shopping, ukuran baju misalnya menjadi lebih mudah terbayangkan," ujarnya.
Bhima mengatakan, prospek bisnis dari live shopping ke depannya menjanjinkan khususnya bagi UMKM, content creator, dan lainnya.
Ia memprediksi tak menutup kemungkinan tren belanja online di Indonesia akan mirip seperti tren belanja di China.
"Mungkin arah belanja online Indonesia meniru China ya, ada live shopping farm. menyulap banyak sekali ruko kosong dijadikan tempat video streaming untuk berjualan di social commerce," tuturnya.
Baca juga: Apa Perbedaan E-commerce dan Social Commerce?
Meski demikian, Bhima mengatakan, kegiatan live shopping membutuhkan aturan untuk mengatur batasan subsidi dan diskon termasuk ongkir untuk produk impor.
Ia mengatakan, aturan tersebut diperlukan untuk memcegah predatory pricing yang berpotensi mematikan produk UMKM.
Predatory pricing adalah kegiatan menjual barang di bawah harga dan jauh dari modal.
"Ini perlu dipertegas sehingga jangan sampai produk yang dijual mematikan UMKM sebagai produsen," ucap dia.
Baca juga: Buka Bisnis E-commerce di AS, Ini Cara TikTok Pasok Barang dari China
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.