Hal ini sejalan dengan sudut pandang term structure theory yang mengatakan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi masa depan dapat dilihat dari perkembangan suku bunga nominal.
Secara umum, suku bunga nominal mencerminkan suku bunga riil ditambah ekspektasi inflasi. Dengan demikian, perkembangan suku bunga nominal dapat digunakan sebagai indikator ekspektasi inflasi masyarakat.
Salah satu cara melihat ekspektasi inflasi di dalam suku bunga nominal adalah dengan menggunakan yield curve.
Yield Curve merupakan hubungan antara pendapatan atau suku bunga (rate of return) dengan jangka waktu (term of maturity).
Pada dasarnya bentuk yield curve memiliki keterkaitan dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Secara konvensional, transmisi kebijakan moneter terjadi dari suku bunga jangka pendek yang dikendalikan bank sentral ke suku bunga jangka panjang. Suku bunga jangka panjang pada gilirannya akan memengaruhi permintaan agregat.
Bank sentral di negara yang menggunakan inflasi sebagai sasaran akhir, dapat menggunakan suku bunga jangka panjang untuk menguji efektifitas pencapaian dalam mengendalikan inflasi yang rendah.
Beberapa penelitian empiris di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya juga telah menemukan hubungan yang dekat antara slope jangka waktu suku bunga di atas satu tahun dengan proyeksi perubahan inflasi dalam jangka menengah.
Kerangka teori yang berkaitan dengan ini adalah “Hipotesa Fisher” yang menyatakan suku bunga nominal memiliki hubungan one for one dengan ekspektasi inflasi.
Di Indonesia terdapat beberapa jenis suku bunga nominal di antaranya Pasar Uang Antar Bank (PUAB), deposito berjangka 1 bulan sampai dengan 2 tahun, suku bunga kredit modal kerja, dan suku bunga kredit investasi.
Pada umumnya, di negara-negara maju ekspektasi inflasi dilihat dengan menggunakan suku bunga obligasi.
Namun demikian, fry (1988) dalam membahas terms structure of interest rate di negara-negara berkembang menggunakan suku bunga deposito untuk penelitiannya.
Dapat tidaknya suku bunga di Indonesia digunakan sebagai salah satu indikator ekspektasi inflasi, belum pernah ada yang membuktikannya secara empiris.
Pada Mei, Indonesia memperlihatkan penurunan tingkat inflasi tahunan yang patut dicatat, mencapai 4,00 persen tahun-ke-tahun (yoy).
Angka ini menandai level terendah yang diamati dalam rentang waktu 12 bulan. Penurunan laju inflasi tersebut lebih terasa dari perkiraan, menyusul laju inflasi sebesar 5,95 persen yoy pada September 2022 di tengah keputusan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi.
Penurunan signifikan ini disebabkan tingkat inflasi makanan yang terkendali, yang menunjukkan kenaikan terkecil dalam 14 bulan pada Mei tahun ini.
Untuk pertama kalinya, tingkat inflasi telah memasuki batas atas kisaran target yang ditetapkan BI yang menargetkan kisaran 2 persen hingga 4 persen.
Perkembangan tersebut patut dicatat karena selama 11 bulan terakhir tingkat inflasi masih berada di atas kisaran yang ditargetkan.