Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdul Nasir
Dosen

Dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Jember

Meninjau Hubungan Inflasi dan Suku Bunga Bank Sentral

Kompas.com - 04/08/2023, 13:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Apabila tingkat inflasi tetap dapat dikendalikan secara efektif dan tetap berada dalam kisaran yang diinginkan ke depan, maka ruang untuk menaikkan BI-7DRRR yang saat ini berada pada 5,75 persen dapat menjadi terbatas.

Dengan demikian, dari sisi tersebut, BI akan dapat mempertahankan sikap moneternya saat ini yang mengutamakan stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Apakah tingkat inflasi yang masih tinggi di negara-negara besar berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi Indonesia?

Probabilitasnya tampak sangat rendah, mengingat tren penurunan harga pangan global yang ada dan tren deflasi yang diamati pada komoditas energi global.

Peningkatan tingkat inflasi yang diamati di negara-negara tersebut terutama berasal dari tekanan inflasi yang terkait dengan sektor jasa, berkorelasi dengan mobilitas publik yang tinggi, daripada komoditas yang dapat diperdagangkan secara internasional.

Di tengah risiko yang membayangi lambannya pertumbuhan ekonomi global, harga komoditas telah menurun secara nyata.

Hal tersebut pada gilirannya berdampak pada pelemahan kinerja sektor eksternal Indonesia yang terlihat dari penurunan surplus transaksi berjalan dari 1,27 persen Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan akhir 2022 menjadi 0,89 persen PDB pada triwulan IV 2020. kuartal awal 2023.

Kemungkinan surplus ini akan terus berkurang pada masa mendatang. Meskipun Mei 2023 menandai surplus perdagangan selama 37 bulan berturut-turut, surplus menyusut menjadi hanya 440 juta dollar AS, mewakili surplus perdagangan terkecil sejak April 2020.

Namun, neraca berjalan diperkirakan masih akan mencatat surplus kecil atau defisit yang dapat ditoleransi sepanjang tahun 2023.

Penurunan harga komoditas akan lebih bertahap karena beberapa alasan, yaitu pembukaan kembali ekonomi China, pengurangan produksi minyak OPEC+, penurunan produksi beberapa komoditas di tengah kemungkinan El Nino yang tinggi tahun ini dan pelonggaran energi global krisis. Hal ini masih dapat memberikan dukungan bagi stabilitas sektor eksternal.

Meskipun memang disparitas antara FFR dan BI-7DRRR cenderung berkurang, sehingga meningkatkan kekhawatiran akan risiko arus keluar modal dari Indonesia, BI diperkirakan akan berhati-hati dalam menyikapi perspektif terbaru The Fed dengan segera.

Konsekuensi dari transmisi FFR akan terlihat lebih jelas melalui fluktuasi imbal hasil obligasi pemerintah.

Jika imbal hasil SBN 10 tahun terus menurun dan mendekati ambang batas 6 persen, BI tidak perlu menaikkan BI-7DRRR.

Selanjutnya, kurs riil atau selisih antara suku bunga nominal dan tingkat inflasi instrumen keuangan Indonesia, terus menunjukkan tren positif dan melampaui Amerika Serikat.

Konsekuensinya, aset Indonesia mempertahankan daya tarik dan profitabilitas komparatifnya.

Kesimpulannya, untuk memastikan bahwa kebijakan moneter tetap selaras secara efektif dalam mendukung pemulihan ekonomi, Pemerintah perlu mengambil strategi lanjutan untuk menjaga stabilitas dan ketahanan pangan serta BI untuk meningkatkan kewaspadaan dan kemampuan beradaptasi dalam menghadapi krisis yang terus-menerus terjadi.

Lanskap ekonomi global yang berkembang, yang tetap penuh dengan tingkat ketidakpastian dan kompleksitas yang substansial.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com