Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Harga Gas Industri Belum Optimal, Ini Penyebabnya

Kompas.com - 06/08/2023, 14:00 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang diperuntukkan kepada beberapa subsektor industri manufaktur dirasa masih kurang optimal. Hal itu diungkapkan Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif.

Permasalahan pertama yang dihadapi dalam penerapan kebijakan HGBT adalah harga gas bumi yang harus dibayarkan oleh industri penerima masih melebihi ketentuan. Lebih dari 95 persen perusahaan yang ditetapkan sebagai penerima HGBT masih menerima harga gas bumi di atas 6 dollar AS/MMBTU.

"HGBT terus naik setiap kali ada penetapan baru. Selain itu, harga gas bumi tertentu yang diterima oleh perusahaan tidak seragam/tidak sama meskipun berada dalam satu wilayah yang sama," ujar Febri dalam keterangan tertulis Kemenperin, Minggu (6/8/2023).

Baca juga: Tanda Tangani MoU, KJG dan BAND Siap Perluas Pasar Konsumen Gas di Jateng dan Jatim

"Contohnya, di wilayah Jawa Bagian Barat PT Indo Bharat Rayon mendapat HGBT 6,61 dollar AS/MMBTU, PT Asahimas Chemical mendapatkan HGBT sebesar 6,5 dollar AS/MMBTU, sedangkan PT Trinseo Material 6,73 dollar AS/MMBTU," sambung dia.

Kedua, industri mengalami pembatasan pasokan gas bumi tertentu. Pada 2022, terjadi pembatasan kuota di Jawa Timur antara 61-93 persen kontrak dan pengenaan surcharge harian untuk kelebihan pemakaian dari kuota ditetapkan di hampir seluruh perusahaan.

Sedangkan di Jawa bagian barat, volume gas bumi yang ditagihkan dengan harga sesuai keputusan Menteri ESDM adalah antara 89-97 persen pada 2022.

Baca juga: Penjualan Gas Naik, Laba Rukun Raharja Melesat 195 Persen

Ketiga, masih banyak industri yang belum mendapatkan HGBT meski sudah direkomendasikan oleh Menteri Perindustrian. Sepanjang tahun 2022, Menperin telah merekomendasikan 140 industri untuk dapat menerima HGBT, namun belum ditetapkan.

Selain itu, terdapat industri yang sudah ditetapkan sebagai penerima HGBT, namun belum diberikan. Sebagai contoh, PT Pupuk Iskandar Muda 1 yang belum mendapatkan HGBT untuk pasokan bahan baku gas bumi sebesar 40 BBTUD.

"Kami berprinsip no one left behind, artinya tak ada satupun industri pengguna, gas baik sebagai bahan baku/bahan penolong dan energi yang tidak mendapatkan gas 6 dollar AS per MMBTU dan pasokannya lancar sesuai target," kata Febri.

Baca juga: Empat Kapal Gas Pertamina Dapat Kontrak Sewa Rp 740,15 Miliar

Menurut Febri, prioritas pemenuhan kebutuhan gas bumi di dalam negeri perlu ditegaskan kembali. Sektor industri, khususnya pengguna gas baik sebagai bahan baku maupun energi membutuhkan pasokan yang cukup dan harga yang kompetitif dalam jangka panjang.

Untuk itu, diperlukan pengaturan yang lebih komprehensif dalam rangka memberikan ruang bagi dunia industri agar bisa kompetitif.

"Kementerian Perindustrian akan terus mendukung dan memperjuangkan para pelaku industri yang membutuhkan agar terus memperoleh HGBT," pungkasnya.

Baca juga: Atap Rumah Warga Rusak gara-gara Embusan Gas Buang Pesawat di Bandara YIA, AP I Janji Segera Cek Lapangan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Earn Smart
Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Spend Smart
Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Whats New
Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Whats New
Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Whats New
Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-'grounded' Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-"grounded" Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Whats New
ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

Whats New
Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Whats New
Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Whats New
ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

Whats New
Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Whats New
BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com