Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantah Jokowi, Faisal Basri Sodorkan Data Hitungan Hilirisasi yang Dinilai Untungkan China

Kompas.com - 12/08/2023, 07:10 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri merespons pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal kebijakan hilirisasi nikel yang dinilai menguntungkan Indonesia.

Pernyataan Jokowi itu menanggapi tudingan Faisal bahwa kebijakan hilirisasi justru menguntungkan China.

Menurut Jokowi, kebijakan hilirisasi industri justru meningkatkan nilai ekspor sumber daya alam Indonesia, seperti nikel yang melonjak menjadi Rp 510 triliun setelah pemerintah menyetop ekspor bijih nikel.

Lewat nilai ekspor yang besar itu, pemerintah akan mendapat pemasukan yang besar dari sisi pajak, royalti, bea ekspor, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

"Hitungan dia bagaimana? Kalau hitungan kita ya, saya berikan contoh nikel. Saat diekspor mentahan, bahan mentah, setahun kira-kira hanya Rp 17 triliun, setelah masuk ke industrial down streaming, ada hilirisasi, menjadi Rp 510 triliun," kata Jokowi di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (10/8/2023).

Baca juga: Jokowi Jawab Keberatan Freeport: Hilirisasi Tidak Akan Berhenti

"Bayangkan saja, kita negara itu hanya mengambil pajak, mengambil pajak dari Rp 17 triliun sama mengambil pajak dari Rp 510 triliun, gede mana?" tambah dia.

Faisal melalui blog pribadinya faisalbasri.com pun menjawab hitung-hitungan Jokowi dan memaparkan hitungan versi dirinya. Ia menyebut angka-angka yang disampaikan Jokowi soal nilai ekspor kurang jelas dan tidak jelas hitungannya.

Dia menilai Jokowi hanya sekadar meyakinkan bahwa kebijakan hilirisasi nikel amat menguntungkan Indonesia, dan tidak benar tuduhan bahwa sebagian besar kebijakan hilirisasi dinikmati oleh China. 

"Bapak Presiden, maaf kalau saya katakan bahwa Bapak berulang kali menyampaikan fakta yang menyesatkan," tulisnya dalam blog yang dikutip Kompas.com, Jumat (11/8/2023).

Faisal memaparkan, jika berdasarkan data 2014, nilai ekspor bijih nikel (kode HS 2604) hanya Rp 1 triliun. Ini didapat dari ekspor senilai 85,913 juta dollar AS dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama, yaitu Rp 11.865 per dollar AS.

Kemudian berdasarkan data 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi adalah 27,8 miliar dollar AS. Sehingga, dengan rerata nilai tukar rupiah tahun 2022 sebesar 14.876 per dollar AS, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) setara dengan Rp 413,9 triliun.

Dengan penghitungan tersebut, ekonom senior dari Universitas Indonesia (UI) itu sepaham dengan Jokowi bahwa benar adanya lonjakan ekspor yang sangat fantastis dari hasil hilirisasi, yaitu 414 kali lipat.

Namun, yang menjadi sorotan Faisal adalah apakah uang hasil ekspor tersebut mengalir ke Indonesia. Hal ini mengingat hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel 100 persen dimiliki oleh China, dan Indonesia menganut rezim devisa bebas.

"Maka adalah hak perusahaan China untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri," kata dia.

Baca juga: Faisal Basri Nilai Program Hilirisasi RI Hanya Menguntungkan China

Menurut dia, kondisi itu berbeda dengan ekspor sawit dan turunannya yang dikenakan pajak ekspor atau bea keluar plus pungutan berupa bea sawit. Sedangkan untuk ekspor olahan bijih nikel sama sekali tidak dikenakan segala jenis pajak dan pungutan lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Whats New
Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Whats New
Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

Earn Smart
Asosiasi 'Fintech Lending' Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Asosiasi "Fintech Lending" Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Whats New
Pihak Minimarket Diminta Ikut Tanggung Jawab Keamanan Parkir, Asosiasi: Kami Sudah Pasang CCTV dan Beri Peringatan

Pihak Minimarket Diminta Ikut Tanggung Jawab Keamanan Parkir, Asosiasi: Kami Sudah Pasang CCTV dan Beri Peringatan

Whats New
Pasar Kripto 'Sideways', Simak Tips 'Trading' untuk Pemula

Pasar Kripto "Sideways", Simak Tips "Trading" untuk Pemula

Earn Smart
Sederet Langkah Kemenhub Pasca Kasus Kekerasan di STIP Jakarta

Sederet Langkah Kemenhub Pasca Kasus Kekerasan di STIP Jakarta

Whats New
Harga Emas Terbaru 10 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 10 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Jumat 10 Mei 2024

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Jumat 10 Mei 2024

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com