Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantah Jokowi, Faisal Basri Sodorkan Data Hitungan Hilirisasi yang Dinilai Untungkan China

Kompas.com - 12/08/2023, 07:10 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

"Jadi penerimaan pemerintah dari ekspor semua jenis produk smelter nikel nihil alias nol besar," ungkapnya.

Ia bilang, jika keuntungan perusahaan sawit dan olahannya dikenakan pajak keuntungan perusahaan atau pajak penghasilan badan, berbeda denganperusahaan smelter nikel yang justru bebas pajak keuntungan badan karena mereka menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih.

Dengan demikian, kata Faisal, penerimaan pemerintah dari laba luar biasa yang dinikmati perusahaan smelter nikel, hasilnya nihil. Perusahan-perusahaan smelter China menikmati “karpet merah” karena dianugerahi status proyek strategis nasional.

"Kementerian Keuangan-lah yang pada mulanya memberikan fasilitas luar biasa ini dan belakangan lewat Peraturan Pemerintah dilimpahkan kepada BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal)," paparnya.

Faisal pun menyoroti para perusahaan smelter China yang tidak membayar royalti. Justru yang membayar royalti adalah perusahaan penambang nikel, yang hampir semua adalah pengusaha nasional.

Berbeda dari sebelumnya ketika masih dibolehkan mengekspor bijih nikel, pemerintah masih memperoleh pemasukan dari pajak ekspor.

Faisal menekankan, pada dasarnya dia mendukung industrialisasi, tetapi ia menolak mentah-mentah kebijakan hilirisasi nikel dalam bentuknya yang berlaku sekarang. Menurut dia, kebijakan hilirisasi saat ini ugal-ugalan sehingga sangat sedikit meningkatkan nilai tambah nasional.

"Nilai tambah yang tercipta dari kebijakan hilirisasi dewasa ini hampir seluruhnya dinikmati oleh China dan mendukung industrialisasi di China, bukan di Indonesia," kata dia.

Ia bilang, kebijakan hilirisasi nikel sudah berlangsung hampir satu dasawarsa, tetapi justru peranan sektor industri manufaktur terus menurun. Pada tahun 2014 peranan industri manufaktur sebesar 21,1 persen, lalu turun menjadi hanya 18,3 persen di tahun 2022, titik terendah sejak 33 tahun terakhir.

Keberadaan smelter nikel juga dinilai tidak memperdalam struktur industri nasional. Produk smelter dalam bentuk besi dan baja sebagian besar tidak bisa langsung dipakai oleh industri dalam negeri, seperti untuk otomotif, pesawat terbang, kapal, bahkan untuk peralatan rumah tangga seperti panci, sendok, garpu, dan pisau.

Produk besi dan baja (HS 72) yang diproduksi dan diekspor terdiri dari banyak jenis, sementara yang dikatakan oleh Jokowi adalah produk induknya atau produk di kelompok kode HS 72.

Sedangkan hampir separuh ekspor HS 72 adalah dalam bentuk ferro alloy atau ferro nickel, dan ada pula yang masih dalam bentuk nickel pig iron dan nickel mate. Hampir semua produk-produk itu tidak diolah lebih lanjut, melainkan hampir seluruhnya diekspor ke China.

Di China, produk-produk seperempat jadi itu diolah lebih lanjut untuk memperoleh nilai tambah yang jauh lebih tinggi. Lalu, produk akhirnya dijual atau diekspor ke Indonesia.

Faisal mengatakan, sejauh ini tak satu pun pabrik smelter yang berada di Sulawesi telah memproduksi baterai untuk kendaraan listrik atau besi baja sebagai finished products. Rel untuk kereta cepat saja seluruhnya masih diimpor dari China.

Menurut dia, nilai tambah yang mengalir ke perekonomian nasional dari kebijakan hilirisasi tersebut tak lebih dari sekitar 10 persen. Lantaran hampir semua smelter nikel milik pengusaha China, di mana mereka mendapatkan fasilitas tax holiday, sehingga tak satu persen pun keuntungan itu mengalir ke Tanah Air.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com