Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minuman Berpemanis Bakal Dikenakan Cukai Tahun Depan

Kompas.com - 21/08/2023, 06:39 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana memperluas pengenaan atau ekstensifikasi objek cukai pada tahun 2024. Hal ini dilakukan sebagai salah satu strategi mengejar target pendapatan negara yang berasal dari cukai.

Berdasarkan dokumen Nota Keuangan RAPBN Tahun Anggaran 2024, pemerintah menargetkan penerimaan cukai sebesar Rp 246,1 triliun pada tahun depan. Nilai tersebut meningkat 8,3 persen dari outlook tahun ini sebesar Rp 227,2 triliun.

Oleh karenanya untuk mengejar target pertumbuhan tersebut, pemerintah akan melakukan ekstensifikasi objek cukai dengan menerapkan pungutan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2024.

Baca juga: Meski Ditunda hingga 2024, Pengusaha Nilai Pungutan Cukai Minuman Berpemanis Tidak Tepat     

"Optimalisasi kepabeanan dan cukai terutama dilakukan melalui ekstensifikasi objek cukai baru yaitu produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan," tulis dokumen Nota Keuangan, dikutip Senin (21/8/2023).

Pemerintah menyatakan, salah satu pertimbangan pengenaan pungutan cukai MBDK ialah masih berkegantungannya pendapatan cukai dari industri tembakau. Tercatat pada 2022, dari nilai realisasi penerimaan cukai sebesar Rp 226,88 triliun, 96,4 persen di antaranya atau Rp 218,62 triliun berasal dari cukai hasil tembakau.

"Dengan demikian, diperlukan adanya burden sharing kepada barang lainnya yang dapat dikenakan cukai. Sampai saat ini, industri hasil tembakau masih menanggung beban target penerimaan cukai secara dominan," tulis dokumen Nota Keuangan.

Pertimbangan lainnya ialah tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia seperti diabetes melitus tipe II. Prevalensi diabetes melitus di Indonesia meningkat sebesar 30 persen dalam waktu 5 tahun sejak 2013 sampai 2018 berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar terakhir.

Oleh karenanya, pemerintah akan mengenakan cukai terhadap MBDK. Hal ini sebagaimana salah satu fungsi dari cukai, yakni mengendalikan barang yang perlu diawasi dan pemakaiannya menimbulkan dampak negatif.

"Dalam rangka mengendalikan konsumsi atas barang-barang yang dianggap menimbulkan dampak negatif di bidang kesehatan dan menyebabkan tingginya prevalensi penyakit tidak menular tersebut, Pemerintah mengusulkan kebijakan penambahan barang kena cukai berupa MBDK," tulis dokumen Nota Keuangan.

Baca juga: Berlaku Mulai 1 Agustus 2023, Aturan Baru Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai

minumSebagai informasi, wacana pengenaan pungutan cukai MBDK sebenarnya sudah dibahas sejak beberapa tahun lalu, bahkan penugasan pungutannya pun sudah tercantum pada pengelolaan APBN 2023. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023, pendapatan dari cukai minuman berpemanis dalam kemasan sebesar Rp 3,08 triliun pada 2023.

Akan tetapi, penerapannya masih belum dilaksanakan sampai dengan tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pada dasarnya DPR telah memberikan persetujuan untuk pemerintah melakukan perluasan terhadap barang kena cukai.

Ia memastikan, pemerintah akan mencari titik keseimbangan dari rencana perluasan barang kena cukai dan memilih instrumen kebijakan yang paling masuk akal.

Baca juga: Konsumsi Minuman Berpemanis Kemasan Naik 15 Kali Lipat dalam 2 Dekade, Kapan Cukainya Diterapkan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cara Cek Penerima Bansos 2024 di DTKS Kemensos

Cara Cek Penerima Bansos 2024 di DTKS Kemensos

Whats New
IHSG Melemah 50,5 Poin, Rupiah Turun ke Level Rp 15.978

IHSG Melemah 50,5 Poin, Rupiah Turun ke Level Rp 15.978

Whats New
Dari Hulu ke Hilir, Begini Upaya HM Sampoerna Kembangkan SDM di Indonesia

Dari Hulu ke Hilir, Begini Upaya HM Sampoerna Kembangkan SDM di Indonesia

Whats New
Disebut Jadi Penyebab Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin

Disebut Jadi Penyebab Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin

Whats New
Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Whats New
KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

Whats New
Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Whats New
Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Whats New
Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Whats New
Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi Jadi Head of Citi Commercial Bank

Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi Jadi Head of Citi Commercial Bank

Whats New
OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

Whats New
Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Whats New
Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Whats New
Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Whats New
Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com