Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Mereguk Manis dan Pahitnya Nostalgia

Kompas.com - 12/09/2023, 14:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Frangky Selamat*

SEORANG teman mengirimkan foto via WhatsApp, mengenai keberadaannya di kampung batik di Pekalongan, Jawa Tengah.

Sambil tersenyum semringah, ia menunjuk ke satu logo merek batik setempat, berpose di pekarangan depan rumah yang dijadikan tempat berjualan batik.

Bernostalgia di tempat kita dulu pernah kunjungi,” katanya lewat pesan singkat dengan emoticon penuh senyum bahagia.

Nostalgia menjadi pesan utama dari teman ini. Nostalgia yang berasal dari Bahasa Yunani nostos berarti kepulangan dan algos berarti sakit, menggambarkan kerinduan yang disebabkan oleh jarak geografis.

Nostalgia dapat membangkitkan kenangan masa lalu serta menimbulkan emosi bahagia dan sedih (Berntsen dan Rubin, 2002).

Sementara sebagian besar penelitian sebelumnya mengartikan nostalgia sebagai emosi positif yang disebabkan oleh mengingat hari-hari indah masa lalu (Leboe dan Ansons, 2006).

Sejumlah penulis percaya bahwa nostalgia sering kali melibatkan perasaan negatif terhadap masa kini dan masa depan (Berntsen dan Rubin, 2002).

Emosi negatif tersebut muncul dari rasa kehilangan yang dialami individu karena mengetahui masa lalu telah berlalu (Batcho, 2007). Perasaan ini disebut sebagai pengalaman “pahit manis” (bittersweet) (Wildschut dkk, 2006).

Oleh karena itu, nostalgia dikatakan berhubungan dengan perasaan campur aduk (Hepper dkk, 2012).

Akibat positif atau negatif dari perasaan campur aduk ini sangat bergantung pada berbagai faktor psikologis. Satu set faktor psikologis tersebut bersifat situasional.

Iyer dan Jetten (2011) menyelidiki bagaimana reaksi terhadap nostalgia dipengaruhi oleh kesesuaian identitas. Jika seseorang memiliki keselarasan tinggi, maka nostalgia akan meningkatkan kesejahteraan emosional dan memotivasi seseorang untuk mengikuti kesempatan baru.

Jika sebaliknya, maka nostalgia bisa menjadi pengingat yang menyakitkan tentang apa yang tertinggal dan menghalangi kemampuan seseorang untuk maju dan menghadapi peluang baru.

Serangkaian faktor psikologis lain yang terungkap dalam penelitian sebelumnya mencerminkan perbedaan individu yang kronis.

Wildschut dan kawan-kawan (2010) membandingkan individu dengan penghindaran rendah dan penghindaran tinggi dalam respons mereka terhadap isyarat nostalgia.

Orang dengan tingkat penghindaran tinggi umumnya percaya diri dan menginginkan untuk tidak dekat secara emosional dengan orang lain (Hazan dan Shaver, 1987).

Ketika terlibat dalam situasi yang membangkitkan nostalgia, individu dengan tingkat penghindaran yang tinggi cenderung merasa kurang bernostalgia, dan nostalgia cenderung memperkuat perasaan negatif yang dimiliki individu tersebut terhadap hubungan sosial mereka (Collins dan Feeney, 2000) .

Merek nostalgia

Penelitian pertama tentang konsep nostalgia dilakukan di bidang kedokteran oleh Hofer (1688). Tesisnya memberikan gambaran klinis tentang gejala nostalgia fisik dan psikologis.

Lambat laun, arti kata tersebut berubah. Saat ini, nostalgia tidak lagi dianggap sebagai penyakit medis, tetapi dianggap sebagai kerinduan masa lalu.

Konsep ini telah menarik perhatian para peneliti pemasaran selama beberapa tahun. Seperti Loveland dkk (2010) menyebutkan bahwa hanya sedikit perhatian yang diberikan pada konsep nostalgia dalam literatur perilaku konsumen.

Nostalgia secara bergantian dianggap sebagai emosi, suasana hati, preferensi atau sebagai reaksi emosional. Mengeksplorasi konsep nostalgia dapat memberikan alat tambahan untuk lebih memahami perilaku konsumen.

Penelitian mengenai nostalgia salah satunya dikaitkan dengan merek. Nostalgia dibedakan antara nostalgia nyata yang melibatkan “kerinduan pahit akan masa lalu yang dialami” dan nostalgia simulasi yang merupakan “kerinduan pahit akan pengalaman masa lalu yang tidak langsung” (Baker dan Kennedy, 1994).

Tidak mengherankan, literatur tentang nostalgia merek terutama berfokus pada positioning merek nostalgia dan pengaruhnya terhadap ekuitas merek dan keaslian merek (Heinberg dkk, 2020).

Peneliti mengkaji peran produk nostalgia dalam memuaskan kebutuhan individu melalui konsumsi produk nostalgia. Akibatnya, individu harus benar-benar mengonsumsi suatu produk nostalgia untuk memenuhi tujuan rasa memiliki.

Kessous dan kawan-kawan (2015) menemukan bahwa konsumen memiliki keterikatan merek yang lebih kuat pada merek yang umumnya dianggap memiliki status nostalgia dibandingkan dengan merek yang tidak memiliki status nostalgia.

Merek dengan positioning nostalgia dan warisan budaya yang kuat juga cenderung memiliki status ikonik di pasar lokal, sehingga berkontribusi pada ekuitas merek yang lebih tinggi (Heinberg dkk, 2020) dan persepsi keaslian merek (Rindell dan Santos, 2021).

Makna merek nostalgia yang melekat pada waktu tersebut mempunyai implikasi perilaku yang penting bagi konsumen.

Dalam konteks makna nostalgia merek tertentu, makna merek sering kali diciptakan sebagai bagian dari pengalaman awal dengan merek tersebut (Stach, 2019) dan konsumen sering kali mengenang merek yang telah mereka gunakan sebagai bagian dari masa kecil dan peristiwa penting dalam hidup mereka (Fournier, 1998).

Secara umum, kemampuan suatu merek untuk menghubungkan konsumen dengan masa lalu, membantu menentukan nilai merek tersebut bagi konsumen, terutama ketika merek tersebut berfungsi untuk menyoroti kenangan masa lalu yang “indah” dan hubungan dengan orang-orang terdekat (Vredeveld, 2018) .

Akhirnya nostalgia adalah cerita lalu yang bisa menghanyutkan seseorang dalam kerinduan. Perilaku konsumen larut di dalamnya.

Ada ruang untuk pemasar memanfaatkan warna-warni nostalgia untuk memanjakan pelanggan. Pendekatan yang manis dan humanis.

*Dosen Tetap Program Studi Sarjana Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com