Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarif Kereta Cepat Tidak Disubsidi Jadi Mahal? Jokowi: Semua Ada Kalkulasinya

Kompas.com - 13/09/2023, 16:13 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tarif kereta cepat Jakarta-Bandung hingga kini masih belum ditetapkan. Namun dapat dipastikan tarif tidak disubsidi oleh pemerintah melalui skema public service obligation (PSO).

Dengan tidak adanya subsidi, maka tarif kereta cepat bisa saja menjadi mahal. Terlebih untuk mencapai Kota Bandung, masyarakat perlu mengeluarkan ongkos untuk naik kereta api (KA) Feeder dari Stasiun Padalarang.

Adapun saat ini operator kereta cepat, PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), telah mengusulkan tarif kereta cepat sebesar Rp 250.000 untuk kelas premium ekonomi. Usulan tarif ini belum termasuk ongkos KA Feeder.

Baca juga: Jokowi: Kereta Cepat Jakarta-Bandung Nyaman, Kecepatan 350 Km Per Jam Tidak Terasa Sama Sekali

Kendati demikian Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan tarif kereta cepat akan dihitung dengan cermat oleh PT KCIC. Kemudian usulan tarif dari operator juga akan dikonsultasikan ke regulator, Kementrian Perhubungan (Kemenhub) sebelum diberlakukan.

"Tidak ada subsidi. Semuanya kan ada kalkulasinya, semuanya ada hitung-hitungannya," ujarnya saat di Stasiun Padalarang, Bandung Barat, Rabu (13/9/2023).

Yang penting, kata dia, tujuan utama kereta cepat dioperasikan yakni mendorong masyarakat untuk beralih ke transportasi umum dari kendaraan pribadi bisa tercapai.

Dengan demikian, kereta cepat akan berkontribusi menekan angka kemacetan dan polusi udara di wilayah Jakarta dan Bandung. Jokowi bilang, kerugian akibat kemacetan di Jabodetabek dan Bandung lebih dari Rp 100 triliun setiap tahunnya.

"Yang paling penting kita ingin mendorong agar masyarakat berpindah dari mobil ke transportasi massal, baik itu kereta cepat, MRT, LRT, bus," ucapnya.


Baca juga: Cara Daftar Layanan Face Recognition untuk Boarding Kereta Api

Besaran tarif KCJB di operator

Terpisah, Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati menegaskan, penentuan besaran tarif kereta cepat bukan wewenang Kemenhub, lantaran kereta cepat ini merupakan kereta non-ekonomi sehingga ketetapan tarif tidak diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM)

"Kalau tarif kan karena ini kan non-ekonomi ya, itu nanti penetapannya dari operator. Kita kan memang memberikan referensi formula," kata Adita di Stasiun KCIC Halim, Jakarta, Rabu.

Adita mengatakan, saat ini Kemenhub tengah membahas tarif kereta cepat dengan PT KCIC sesuai dengan yang sudah diusulkan sebelumnya.

"Jadi memang operator (KCIC) sudah mengusulkan tapi kan kita masih godok terus. Tapi ketika menjelang operasional pasti kita umumkan. KCIC juga sudah usulkan," tuturnya.

Sebagai informasi, PT KCIC telah mengusulkan tarif kereta cepat sebesar Rp 250.000-350.000 ya g dibagi menjadi 3 kelas, yaitu Premium Ekonomi, Bisnis, dan First Class.

Dengan kereta cepat ini, masyarakat dapat menempuh perjalanan Jakarta-Bandung hanya dalam 36-45 menit. Sementara perjalanan menggunakan kereta feeder dari Stasiun Padalarang ke Stasiun Bandung akan ditempuh sekitar 22 menit.

Baca juga: Jokowi Jajal Kereta Cepat Jakarta-Bandung bersama Selebritas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Enzy Storia Keluhkan Bea Masuk Tas, Stafsus Sri Mulyani: Kami Mohon Maaf

Enzy Storia Keluhkan Bea Masuk Tas, Stafsus Sri Mulyani: Kami Mohon Maaf

Whats New
Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Whats New
Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Whats New
Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

Whats New
Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Whats New
Pemerintah Akan Revisi Aturan Penyaluran Bantuan Pangan

Pemerintah Akan Revisi Aturan Penyaluran Bantuan Pangan

Whats New
Kolaborasi Pentahelix Penting dalam Upaya Pengelolaan Sampah di Indonesia

Kolaborasi Pentahelix Penting dalam Upaya Pengelolaan Sampah di Indonesia

Whats New
Menteri Teten Ungkap Alasan Kewajiban Sertifikat Halal UMKM Ditunda

Menteri Teten Ungkap Alasan Kewajiban Sertifikat Halal UMKM Ditunda

Whats New
Viral Video Petani Menangis, Bulog Bantah Harga Jagung Anjlok

Viral Video Petani Menangis, Bulog Bantah Harga Jagung Anjlok

Whats New
9,9 Juta Gen Z Indonesia Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah

9,9 Juta Gen Z Indonesia Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah

Whats New
Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Whats New
OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

Whats New
Gelar RUPST, KLBF Tebar Dividen dan Rencanakan 'Buyback' Saham

Gelar RUPST, KLBF Tebar Dividen dan Rencanakan "Buyback" Saham

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com